BANDARLAMPUNG - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan atas indikasi pelanggaran Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Yaitu berkaitan perilaku oligopsoni pada tata niaga komoditas lada hitam di Provinsi Lampung.
Anggota KPPU Gopprera Panggabean dalam Siaran Pers Nomor: 44/KPPU-PR/VI/2024 mengatakan penyelidikan tersebut dilakukan seiring ditemukannya bukti permulaan cukup berkaitan indikasi pelanggaran yang dilakukan empat eksportir lada hitam di Lampung. Ini berawal dari penyelidikan perkara inisiatif dilakukan KPPU sejak Februari 2024 atas tata niaga komoditas lada hitam di Lampung.
Melalui penyelidikan awal, menurutnya KPPU menemukan struktur pasar pembelian lada hitam di Lampung pada tahun 2022 dikuasai 64 persen oleh 4 eksportir yang diduga melakukan perilaku anti persaingan. KPPU juga menemukan terdapat perilaku pengendalian pembelian pasokan dan harga beli lada di tingkat petani oleh keempat eksportir tersebut.
BACA JUGA:Terkonfirmasi DBD 4.151 Kasus, Kadiskes Sebut Masih Kondusif
Tindakan ini diduga menyebabkan rendahnya harga lada hitam di Lampung yang berada di bawah rata-rata harga nasional, meskipun adanya fakta bahwa Lampung merupakan daerah penghasil lada hitam terbesar di Indonesia. Sebab tercatat berdasarkan data Statistik Perkebunan Unggulan Nasional tahun 2021–2023 oleh Kementerian Pertanian, produksi lada hitam di Lampung mencapai 15.139 ton atau menyumbang 18,06 persen dari total produksi nasional pada tahun 2023.
Selain mengakibatkan harga yang rendah, perilaku pengendalian pembelian pasokan dan harga yang dilakukan keempat eksportir juga berdampak pada alih komoditas tanaman oleh petani. Khususnya terhadap penurunan luas lahan dan produksi lada hitam di Lampung.
"Dampak pada persaingan juga dirasakan pada penurunan jumlah eksportir lada hitam di provinsi tersebut," ujar Gopprera Panggabean, Senin (3/6).
BACA JUGA:KPU Pesbar Bakal Siapkan TPS Khusus untuk Pilkada 2024
Tercatat, lanjutnya, pada tahun 2020 masih terdapat 15 eksportir lada hitam. Namun tahun lalu, jumlah tersebut turun menjadi sembilan eksportir. "Dengan ditemukannya bukti permulaan yang cukup terhadap indikasi perilaku oligopsoni pada tataniaga komoditas lada hitam di Lampung oleh empat eksportir, KPPU menindaklanjuti kasus tersebut ke tahap Penyelidikan," ungkapnya.
Gopprera juga mengatakan dalam penyelidikan akan dilakukan pengumpulan alat bukti yang cukup. Yakni minimal dua alat bukti guna menyimpulkan apakah indikasi pelanggaran tersebut dapat berlanjut hingga tahap persidangan oleh Majelis Komisi.
Menurutnya jelas diatur pada Pasal 13 tentang Oligopsoni. Pertama, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Kedua, pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. (rls/pip/c1/rim)