KPK Ungkap Kasus Jual Beli Jabatan Munculkan Korupsi Baru di Ponorogo

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu (kiri) dan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo (kanan) saat mengumumkan penahanan terhadap bupati Ponorogo, Minggu 9 November 2025. Foto Beritasatu --

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti maraknya praktik jual beli jabatan yang kerap menjadi pemicu utama munculnya berbagai kasus dugaan korupsi di daerah. Salah satu kasus terbaru menjerat Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, yang kini tengah menjadi perhatian publik.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa pola jual beli jabatan sering kali menimbulkan efek berantai terhadap munculnya tindak pidana korupsi lainnya.

“Buktinya, ketika ada proyek di SKPD atau dinas, hal pertama yang dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan uang dari proyek itu. Itu dianggap sebagai kompensasi atas biaya yang mereka keluarkan untuk membeli jabatan,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11/2025).

Asep menilai, fenomena tersebut muncul karena persaingan antarpejabat di birokrasi tidak lagi berorientasi pada pelayanan publik, tetapi pada kepentingan pribadi untuk mengamankan posisi dan keuntungan finansial.

“Situasi ini menjadi tidak sehat. Persaingan bukan lagi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, melainkan demi mempertahankan jabatan,” lanjutnya.

Menurut KPK, pola pikir semacam ini menciptakan sistem yang korup secara struktural.

Pejabat yang telah mengeluarkan uang untuk mendapatkan posisi tertentu merasa perlu mengembalikan modalnya melalui berbagai cara, mulai dari suap proyek, mark-up anggaran, hingga gratifikasi.

“Kasus di Ponorogo memperlihatkan dengan jelas bagaimana praktik jual beli jabatan membuka pintu bagi korupsi lain—mulai dari proyek hingga penerimaan gratifikasi,” jelas Asep.

KPK sendiri pada 9 November 2025 telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap jabatan dan proyek pembangunan RSUD dr Harjono Ponorogo.

Mereka adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), serta Sucipto (SC) selaku pihak swasta rekanan proyek.

Dalam klaster suap jabatan, penerima suap disebut adalah Sugiri Sancoko dan Agus Pramono, sementara pemberinya Yunus Mahatma.

Pada klaster proyek RSUD, Sugiri dan Yunus kembali disebut sebagai penerima suap dengan Sucipto sebagai pemberi.

Sedangkan pada klaster gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, Sugiri diduga menerima sejumlah uang dari Yunus.

Asep menegaskan, kasus di Ponorogo harus menjadi pelajaran bagi seluruh pemerintah daerah untuk melakukan pembenahan serius.

Tag
Share