Respons Pemda Harus Terbuka dan Berbasis Data

Radar Lampung Baca Koran--
BANDARLAMPUNG – Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (FISIP Unila) Vincensius Soma Ferrer memberikan pandangannya terkait polemik kebijakan larangan pengiriman gabah keluar daerah. Termasuk permintaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kepada Pemerintah Provinsi Lampung untuk mencabut aturan tersebut.
Menurut Soma, permintaan seperti itu merupakan hal lumrah dalam dinamika kebijakan publik. Yang terpenting bagaimana pemerintah daerah (pemda) merespons masukan tersebut dengan cara yang terbuka dan berbasis data.
“Pemda yang baik akan menjadikan masukan dari KPPU sebagai alarm penting untuk mengevaluasi kebijakan secara transparan dan menyeluruh,” ujar Soma, Jumat (1/8/2025).
Ia menilai, kebijakan pelarangan ekspor gabah merupakan refleksi atas ketidakmampuan pemerintah dalam mengondisikan pasar dalam negeri agar mampu menyerap hasil panen petani secara layak.
“Larangan seperti ini muncul karena pemerintah belum mampu memastikan bahwa gabah petani bisa diserap dengan baik di pasar lokal. Ini erat kaitannya dengan kesejahteraan petani,” jelasnya.
Soma juga menyebut bahwa alasan petani menjual gabah ke luar daerah biasanya karena faktor harga yang lebih kompetitif dan menjanjikan di wilayah lain.
“Kalau petani memilih menjual gabah ke luar Lampung, artinya ada nilai ekonomi lebih yang mereka dapatkan. Pelarangan ini justru bisa menjadi bentuk penyempitan hak petani dalam mencari kesejahteraan,” katanya.
BACA JUGA: Hujan Deras, Dermaga Pahawang Hancur Diterjang Ombak Laut
Meski demikian, Soma tidak sepenuhnya menolak kebijakan larangan tersebut. Menurutnya, kebijakan ini bisa diterima jika disertai dengan pengawasan ketat dan evaluasi menyeluruh terhadap ekosistem pertanian lokal.
“Pertanyaannya, apakah pasar di Lampung sanggup menampung seluruh gabah dari petani? Apakah infrastruktur seperti penggilingan dan rantai produksi dari gabah menjadi beras sudah tersedia dan optimal?” lanjutnya.
Ia mengingatkan, jika infrastruktur dan pasar lokal tidak siap, justru bisa menyebabkan overstock gabah dan beras di Lampung. Hal ini akan berdampak pada turunnya harga dan berujung merugikan petani.
“Dalam konteks ekonomi, kelebihan pasokan tanpa pasar yang memadai justru menekan harga. Bukannya untung, petani bisa malah jatuh tertimpa tangga,” pungkasnya. (pip/c1/abd)