Bukan Hanya Sistem, Demokrasi Indonesia Butuh Politisi Berintegritas

IlUSTRASI PILKADA --

JAKARTA - Pepatah Inggris It’s not about the gun, but the man behind the gun sangat relevan dengan kondisi politik Indonesia. Sebagus apa pun sistem pemilu yang dibuat, kualitas demokrasi tetap bergantung pada siapa yang menjalankan.
Indonesia sudah lebih dari sepuluh kali melaksanakan pemilu sejak kemerdekaan, dengan berbagai penyempurnaan sistem dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut sebagian besar bertujuan memperkuat hak rakyat untuk memilih langsung pemimpinnya.
Namun, di tengah upaya memperbaiki sistem, pelaksanaan pemilu di Indonesia masih sering tercoreng oleh praktik kecurangan. Tidak hanya dilakukan oleh kandidat, dalam sejumlah kasus, oknum penyelenggara pemilu juga terlibat.
Kini semakin banyak kalangan yang menyadari bahwa penyempurnaan sistem saja belum cukup untuk memperbaiki kualitas demokrasi.
Dalam sistem demokrasi, pemilu merupakan cara untuk memilih pemimpin bangsa. Sesuai aturan yang berlaku, presiden dan wakil presiden, kepala daerah, serta anggota legislatif harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Artinya, partai politik memegang peranan penting dalam menentukan kualitas demokrasi. Jika partai memiliki kader-kader berkualitas, seharusnya pemenang pemilu ditentukan oleh gagasan dan integritas, bukan semata oleh besarnya dana kampanye.
Saat ini, revisi UU Pemilu masuk dalam agenda prioritas Badan Legislasi DPR RI. Salah satu gagasan yang berkembang adalah kodifikasi, yakni penggabungan UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik menjadi satu aturan hukum yang komprehensif.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Prabowo Subianto juga menyoroti mahalnya biaya penyelenggaraan pemilu di Indonesia, termasuk biaya politik yang harus dikeluarkan oleh kandidat.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf sempat mengungkapkan bahwa biaya pencalonan legislator saat ini meningkat drastis dibandingkan satu dekade lalu. Untuk maju sebagai calon anggota DPRD kabupaten/kota, misalnya, dulu cukup dengan modal sekitar Rp50 juta. Kini, menurutnya, bisa mencapai Rp1,5 miliar.
“Itu untuk DPRD kota saja, bayangkan berapa untuk DPR RI,” kata Dede Yusuf.
Bahkan, Anggota Badan Legislasi DPR RI Muslim Ayub mengaku bahwa untuk menjadi anggota DPR RI, biaya politik yang dibutuhkan rata-rata mencapai Rp20 miliar lebih. Kondisi inilah yang membuat banyak wakil rakyat akhirnya terjerat utang politik.
Akibatnya, jangan heran jika banyak pejabat kehilangan fokus dalam melayani rakyat karena mereka sibuk membayar “utang” politik selama menjabat.
Praktik politik uang telah menjadi penyakit laten dalam setiap pemilu, terutama sejak era reformasi 2004. Hal ini ditegaskan oleh Luky Sandra Amalia dalam bukunya Dinamika Sosial Politik Pemilu Serentak 2019 yang diterbitkan LIPI pada 2021.
Politik uang jelas mencederai prinsip demokrasi. Kandidat terpilih bukan karena kapasitasnya, tetapi karena kekuatan modalnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan telah menyarankan agar pemerintah meningkatkan dana bantuan partai politik untuk meminimalisir praktik korupsi politik. Salah satu usulannya adalah menaikkan dana bantuan dari Rp1.000 per suara menjadi 10 kali lipat.
Namun, jika bersumber dari APBN, hal itu akan berbenturan dengan kemampuan fiskal negara. Sebagian kalangan mengusulkan agar partai politik diberi ruang untuk memiliki badan usaha atau menerima bantuan sah dari pihak swasta, dengan pengawasan ketat.
Sayangnya, partai politik saat ini jarang menggelar konvensi terbuka untuk menjaring calon pemimpin. Proses pencalonan presiden atau kepala daerah kerap hanya diputuskan di ruang-ruang elit, lebih mempertimbangkan survei elektabilitas ketimbang adu gagasan.
Jika ke depan masalah pembiayaan partai politik dapat diselesaikan, diharapkan partai bisa lebih fokus menjaring kader yang berintegritas dan kompeten, bukan sekadar yang bermodal besar.
Dengan begitu, revisi UU Pemilu atau UU Partai Politik nantinya tidak hanya berhenti pada urusan sistem, tetapi juga menjadi momentum untuk memperbaiki perilaku dan budaya politik di Indonesia. (ant/c1/abd)

Tag
Share