Menurutnya itu tergantung area yang ditempati para pelaku usaha dalam menyewa stan. ’’Kita variasi, tergantung cluster-nya," jelas Adi.
Untuk di area UMKM, Adi menyebut penyewaan dimulai harga Rp5 hingga Rp10 juta. ’’Ada di area UMKM itu Rp5 sampai Rp10 juta selama 20 hari, sudah termasuk tenda dan flooring," tutupnya.
Diketahui, fakta lainnya pada PRL tersebut hampir seluruh pengunjung justru tak tertarik untuk memasuki anjungan daerah-daerah. Pantauan Radar Lampung pada setiap anjungan daerah justru sepi dan nyaris tak dikunjungi masyarakat.
Masing-masing petugas anjungan yang berjaga nampak tanya berdiam diri dan berkomunikasi satu sama lain. Karena memang tak ada pengunjung di anjungan-anjungan tersebut yang harus mereka layani.
Padahal demi menarik pengunjung, anjungan daerah tersebut tak kurang-kurang dalam memberikan pengalaman dan informasi. Ada yang menggunakan panggung musik, hiburan seperti orgen, hingga karya unik dengan bambu.
Itu sangat tidak sesuai dengan tujuan utama penyelenggaraan PRL yang semestinya menyajikan informasi dan promosi tentang hasil pembangunan daerah di Provinsi Lampung. Itu sebagaimana yang tertera di paragraf kedua website resmi PRL 2024 di pekanrayalampung2024.com
yang isinya: "Dalam rangka HUT Lampung ke-60 menyajikan informasi kepada masyarakat tentang berbagai program kegiatan pembangunan yang telah sedang dan akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung melalui inovasi berbagai sektor (maritim, Energi Terbarukan, Intrastruktur, Pariwisata, Kedaulatan Pangan, Kesehatan dan Pendidikan)".
Keluhan-keluhan seputar pelaksanaan PRL 2024 juga mudah sekali ditemukan di media sosial maupun dari mulai ke mulut. Keluhan dimaksud mulai dari para pedagang UMKM yang minim pembeli, pengunjung sepi, hingga biaya tiket masuk dan parkir yang terbilang tinggi.
Tidak hnaya itu. Tingginya sewa stan-stan untuk pedagang maupun organisasi perangkat daerah (OPD) hingga biaya yang harus dikeluarkan anjungan kabupaten/kota yang ikut partisipasi di PRL 2024 pun turut dikeluhkan.
Tidak heran jika pada pelaksanaannya yang berlangsung 22 Mei hingga 10 Juni 2024 mendatang ada empat kabupaten yang tidak ikut berpartisipasi. Yaitu Lampung Tengah, Lampung Timur, Way Kanan, dan Kabupaten Pesawaran.
Selain itu, banyak stan di lapangan yang tutup dan tidak ada isinya. Begitu juga dengan pengunjung yang tampak lengang sehingga membuat kendaraan-kendaraan roda dua di area PRL dapat mudah lalu lalang.
Ironisnya, Plt. Kepala Dinas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bandarlampung Yusnadi Ferianto menyebut retribusi pajak parkir dari PKOR Way Halim memang masuk ke dalam PAD Pemkot Bandarlampung. Meskioun, dirinya mengaku tidak paham berapa jumlah pajak parkir yang disetorkan melalui Bapenda setiap bulannya tersebut.
"Kita menariknya sesuai aturan yang berlaku. Kalau nilainya saya kurang paham.Saya gak tau berapa jumlah yang mereka (pengelola parkir) tentukan untuk satu kendaraan yang masuk. Tapi yang pasti, mereka bayar tiap bulannya," ungkapnya seraya menyebut jika parkir di luar PKOR bukan kewenangnya, Kamis (30/5).
Sementara itu, Kabid Pajak Bapenda Bandarlampung Gunawan menyebut setiap bulannya selema tahun 2024, PKOR menyetorkan pajak parkir kepada Pemkot Bandar senilai Rp1 juta hingga Rp1,2 jutaan. Setoran tersebut dinilainya lebih sedikit dibandingkan tahun 2023.
Gunawan menyebut terdapat perubahan peraturan sehingga pajak tahun ini menjadi lebih sedikit. "Kalau tidak salah Rp2 ribu untuk kendaraan yang masuk ke sana saat tidak ada even PRL. Tapi karena tahun sebelumnya kan pajak parkir tarifnya 30 persen, jadi memang lebih besar setoran pajaknya. Sedangkan di tahun ini kan jadi 10 persen sesuai UU Nomor 1 Tahun 2022. Untuk tahun lalu nilai pajaknya sekitar Rp1,8 juta per bulan," ungkapnya.
Ditanya soal tarif parkir yang lebih dari biasanya yakni Rp10 ribu untuk motor dan Rp20 ribu untuk mobil apakah ada penambahan jumlah pajaknya? Gunawan menyebut bisa dilihat saat kegiatan Pekan Raya Lampung selesai. ’’Ya, nanti kita liat pajaknya di bulan Juni dengan dasar ada even PRL," tandasnya. (ded/mel/c1/rim)