Padahal tahun-tahun sebelumnya, dia bisa menghasilkan uang Rp1–2 juta setiap hari dari dagangannya tersebut. ’’Sekarang paling banyak 400 ribu, Pak. Ya ampun, sedih saya," ucapnya.
Ia sendiri mengaku bukan pedagang asli sekitar. Sehari-hari, ia menjajakan dagangan di Tanjungkarang Pusat. Namun, ia rutin mengikuti PRL sehingga namanya sudah masuk dalam list.
Sayang, penyelenggaraan PRL tahun ini jauh dari apa yang diharapkannya. ’’Ya mau gimana lagi. Walau di sini bayarnya (stan) murah, ya tetep sepi aja," tutupnya.
Sebelumnya, PRL 2024 ajang mencari cuan tampak benar adanya. Terbukti, pihak ketiga selaku pelaksananya menyetorkan Rp200 juta untuk pendapatan asli daerah (PAD) Pemprov Lampung. Ini belum termasuk keuntungan yang didapat pihak ketiganya.
Diketahui, PAD Pemprov Lampung tersebut merupakan sewa gedung dan lahan Pusat Kegiatan Olahraga (PKOR) Wayhalim selama pelaksanaan PRL dari 22 Mei sampai 10 Juni 2024. Sedangkan nilai PAD masuk sejumlah itu, menurut Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Lampung Descatama Paksi Moeda, berdasarkan laporan Bendahara Penerimaan Dispora. Rinciannya Rp120 juta untuk sewa hall a, b, dan c serta sewa lahan PKOR Wayhalim selama pelaksanaan sebesar Rp80 juta.
PAD dari sewa gedung dan lahan PKOR tersebut, terang Descatama, telah ditransfer langsung pihak ketiga (pelaksana kegiatan) ke rekening kas daerah. ’’Sudah ditransfer langsung dari pihak ketiga ke rekening kas daerah," ucapnya, Minggu (2/6).
Sebelumnya juga, DPRD Lampung menilai PRL 2024 lebih ke ajang mencari cuan (keuntungan, Red). Bukan pesta rakyat sebagai ajang promosi keberhasilan pembangunan Pemprov Lampung.
Itu disampaikan anggota DPRD Lampung Deni Ribowo. ’’Bahkan dari awal akan diselenggarakan PRL, kami sudah mengkritisinya,” ucap politikus Partai Demokrat ini, Kamis (30/5).
Menurut dia, dari pra-persiapannya juga sudah banyak hal tidak mencerminkan pekan raya. ’’Pekan raya itu kan tempat pertemuan orang-orang untuk berbagi kegiatan hiburan atau komersial di jangka waktu temporer," katanya.
’’Pekan raya ini dari zaman dulu dijadikan harinya liburan. Menjadi ajang hiburan masyarakat Lampung, menjadi ajang promosi keberhasilan Pemerintah Provinsi Lampung, kabupaten/kota, BUMD, BUMN kemudian perusahaan-perusahaan yang punya potensi yang ikut menopang pembangunan dan perekonomian kesejahteraan masyarakat Lampung," ungkapnya.
Deni mengatakan dari awal pihaknya sudah mengkritisi penyelenggara yang sudah ada embel-embel mencari cuan. ’’Dari awal itu kan kita sudah mengkritisi. Dari promosinya sudah ada embel-embel mencari cuan, dalam artian mencari uang. Hingga kemudian banyak sekali masyarakat yang mengeluhkan mahalnya karcis masuk Pekan Raya ini," sambungnya.
Di sisi lain juga banyak keluhan terkait sewa stan yang terlalu mahal, bahkan untuk anjungan hingga Rp50 juta. ’’Agak lucu juga kan, lokasinya punya pemprov, tapi pemda dan OPD (organisasi perangkat daerah) sewa stan dengan harga fantastis. Ini juga buat kita prihatin,” ujarnya.
Lanjutnya, polemik terhadap keluhan masyarakat pada penyelenggara PRL 2024, pihaknya tidak menutup mata. Menurutnya ini karena betul-betul mengecewakan berbagai pihak.
’’Makanya dari awal, DPRD mengkritik karena PRL ini merupakan wajahnya Provinsi Lampung. Di situ semua ditampilkan, maka yang kita kritik bagaimana supaya penyelenggaraannya makin lebih baik,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya juga, benarkah tujuan PRL 2024 di kompleks PKOR Wayhalim, Bandarlampung, masih sebagai ajang pamer hasil pembangunan di daerah Lampung? Atau sudah beralih menjadi ladang penghasil cuan (uang)?
Hasil penelusuran tim Radar Lampung selama enam hari sejak PRL dibuka Rabu (22/5) hingga Selasa (28/5), pengunjung sebelum memasuki area PRL ini terlebih dahulu diharuskan membayar karcis parkir Rp10 ribu untuk kendaraan roda dua atau sepeda motor. Biaya parkir itu tergolong besar bagi masyarakat karena meskipun hanya 1 jam masuknya ke arena PRL, biayanya tak berkurang.