’’Ya, prosedurnya dijalankan saja. Makanya kita kaji dahulu dan tahapannya sesuai dengan aturan,” katanya.
Sementara informasi yang didapatkan dari pelapor, M. Erwin asal PDIP, bahwa ada oknum komisioner KPU Bandarlampung yang menerima uang Rp530 juta diduga untuk pengondisian sebanyak 3.700 suara di Pileg Kota Bandarlampung 2024.
Erwin pun menyampaikan jika pihaknya sudah melaporkan kejadian itu ke Bawaslu Lampung dan meminta proses ditindaklanjuti. Ini lantaran dirinya mengaku punya bukti-bukti kuat.
’’Tadi (kemarin) saya sudah laporkan ke Bawaslu dan saya minta tindak lanjut sesuai aturan. Ada video, ada chat WA,” akunya, Senin (26/2).
Dijelaskannya juga ada beberapa pihak, termasuk panwascam, yang diberikan uang. Yakni Panwascam Wayhalim dan Kedaton masing-masing Rp50 juta. ’’Totalnya (untuk oknum komisioner KPU dan dua panwascam) kira-kira Rp700-an juta,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut, akademisi Universitas Lampung (Unila) Dr. Deddy Hermawan mengatensi Bawaslu Lampung seyogianya memproses pihak baik pelapor maupun terlapor.
Menurutnya jika praktik sebagaimana diungkap pihak pelapor yang merasa dirugikan tersebut benar, maka ini semakin menambah daftar hitam berbagai fakta dan data serta informasi terkait kecurangan, pelanggaran etik, dan hukum dalam pemilu.
’’Semakin menguatkan prediksi bahwa demokrasi Indonesia benar-benar mengalami degradasi luar biasa," ujarnya, Selasa (27/2).
Deddy mengatakan pelaporan setiap pelanggaran etik, prosedur, dan lainnya sudah diatur mekanismenya. Jadi, menurut dia, apa yang dilakukan pelapor sudah tepat. ’’Selanjutnya silakan Bawaslu untuk dapat memverifikasi laporan tersebut sesuai ketentuan dan memproses lebih lanjut," sarannya.
Ditegaskannya juga bahwa baik pelapor maupun terlapor dapat dikenakan sanksi. Yaitu sanksi pidana berupa kurungan penjara selama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
’’Oleh karenanya, Bawaslu harus bergerak cepat menindaklanjuti laporan ini agar didapatkan kepastian hukum, baik bagi pelapor maupun terlapornya," ujar Deddy.
Lebih penting, sambungnya, respons cepat Bawaslu juga untuk menyikapi krisis kepercayaan publik atas pelaksanaan Pemilu 2024. ’’Menjaga kepercayaan publik semakin berat dengan adanya laporan-laporan kecurangan dalam pemilu," jelasnya.
Akademisi Unila lainnya, Dr. Budiono, juga sangat menyayangkan adanya peristiwa tersebut, di mana penyelenggara dan pengawas pemilu seyogianya menjunjung tinggi marwah pesta demokrasi. Terkait hal ini, menurut dia, tidak hanya penyelenggara yang menerima uang yang mesti jadi sorotan. Secara hukum, keduanya (penerima dan pemberi uang) bisa mendapat proses hukum.
Karenanya, ia menyarankan agar Bawaslu memproses baik pelapor maupun terlapornya. ’’Ini agar memberikan efek jera. Keduanya harus ditindak," tegasnya. (ang/abd/c1/rim)