JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menyerahkan sekitar 139 alat bukti untuk dua perkara selama persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pemilu 2024.
Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin merincikan bahwa pasangan Anies-Muhaimin memohon sebanyak 68 alat bukti, sementara pasangan Ganjar-Mahfud mencapai 71 alat bukti.
“Selama persidangan, KPU telah menyerahkan alat bukti sebanyak 139 untuk dua perkara, dengan rincian 68 untuk perkara pertama dan 71 untuk perkara kedua,” kata Afif dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 16 April 2024.
BACA JUGA:Rekrutmen Ad Hoc Pilkada 2024, Bawaslu Pesisir Barat Lampung Masih Tunggu Juknis
Ia menyebutkan bahwa alat bukti KPU tersebut meliputi dokumen terkait proses pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi hasil penghitungan suara dari tingkat kecamatan hingga tingkat pusat.
Selain itu, terdapat dokumen yang menjelaskan tentang Sirekap sebagai alat bantu dan sarana transparansi penyelenggaraan pemilu, serta dokumen-dokumen lain yang terkait dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024.
KPU juga membawa satu orang ahli dan dua orang saksi fakta yang menjelaskan tentang Sirekap.
Mahkamah Konstitusi membuka tahapan penyampaian kesimpulan dalam penanganan perkara PHPU Pilpres 2024 setelah berakhirnya tahapan persidangan.
BACA JUGA:Bentuk 3 Tim Sidak, Pemkab Bakal Sanksi ASN Bolos
Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, menjelaskan bahwa meskipun tahapan penyampaian kesimpulan sebelumnya tidak wajib, dalam kasus PHPU Pilpres 2024, MK mengakomodasi hal-hal krusial dan penyerahan berkas yang tertinggal melalui tahapan tersebut.
Sebelumnya, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilpres 2024, yang akan dibacakan pada Senin (22/4), bersifat erga omnes (berlaku untuk semua).
Prinsip erga omnes diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan bahwa putusan MK bersifat final, artinya memiliki kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak dapat diajukan upaya hukum lebih lanjut.
“Putusan MK bersifat erga omnes. KPU wajib melaksanakan putusan MK atas PHPU Pilpres nanti yang akan dibacakan pada tanggal 22 April 2024,” kata Idham ketika dihubungi di Jakarta, Senin.
Oleh karena itu, KPU akan mengikuti ketentuan dalam Pasal 475 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyatakan: “KPU wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.”
Dalam UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 24C ayat (1), Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, di mana putusannya bersifat final dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.