Periode 1959-1966 disebut sebagai demokrasi terpimpin sesuai dengan hasil Dekrit Presiden 1959, yang menyatakan bahwa semua sistem pemerintahan dikendalikan presiden sepenuhnya.
Selain itu, dalam isi dekrit dijelaskan bahwa UUD 1945 kembali diterapkan dan UUDS 1950 dinyatakan sudah tidak berlaku.
Demokrasi terpimpin pertama kali diumumkan pada pembukaan Sidang Konstituante 10 November 1956. Selama periode demokrasi liberal Soekarno menilai perkembangan Indonesia terhambat karena banyak perbedaan ideologis dalam lingkar kabinet.
Dengan dimulainya demokrasi terpimpin, Soekarno mulai menata kembali parlemen baru dan membubarkan parlemen lama. Kemudian satuan tentara juga dilibatkan dalam perpolitikan negeri sebagai kelompok fungsional, bersamaan dengan masuknya PKI untuk menyeimbangkan.
BACA JUGA:Pemerintah Ddesak Revisi Aturan Penggunaan PLTS
Meski menurut Soekarno adanya campur tangan PKI bisa jadi penyeimbang, nyatanya pilihan itu banyak ditentang. Sayangnya, kehadiran PKI tersebut justru menimbulkan konflik yang berujung pada puncak peristiwa G30S PKI pada 30 September 1965.
Masa Akhir Kekuasaan Soekarno (1966)
Kedekatan Soekarno dengan para PKI membuat rakyat tidak senang, Bahkan hal tersebut membuat reputasinya menurun dan sudah tidak dipercayai lagi.
Terlebih rakyat juga khawatir jika pemimpin negara terlalu dekat dengan PKI akan menimbulkan munculnya paham komunisme. Atas dasar itu, Soekarno menyerahkan jabatannya.
Pada 23 Februari 1967 di Istana Negara, kekuasaan pemerintah resmi diserahkan ke pemegang Supersemar Jenderal Soeharto.
BACA JUGA:Ducati Tak Mau Buru-Buru Tentukan Tandem Francesco Bagnaia
Lewat Sidang MPRS di bulan berikutnya, pengunduran diri Soekarno dikukuhkan sekaligus diresmikannya Presiden Soeharto sebagai pemimpin negara. Setelah kepemimpinan berada di tangan Soeharto, masa Orde Lama beralih menjadi Orde Baru sebagai tanda pergantian pemerintahan. Itulah sejarah singkat Orde Lama yang banyak dikenal secara meluas pada masa kepemimpinan Soekarno.(cnn/nca)