Diterimanya Pancasila sebagai Dasar Negara: Lompatan Strategis Bangsa Indonesia

--

SEJARAH bukanlah sekadar rentetan peristiwa. Ada kriteria tertentu yang membuat suatu kejadian tercatat sebagai peristiwa sejarah. Dan di antara yang tercatat itu, ada yang diperlakukan sebagai sesuatu yang penting.

Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara pada sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945 merupakan lompatan kualitatif dan strategis bangsa Indonesia dalam mengkonstruksi cara pandang diri dan kebudayaan.

Masyarakat nusantara yang sebelumnya berada dalam alam penjajahan dan bermental inferior (inlander), diajak untuk berani merdeka dengan persyaratan minimum, tanpa harus membicarakan hal-hal kecil dan rumit (nlimet, zwaarwichtig) .

Soekarno mengajak para pemimpin bangsa untuk tidak ragu menerima dan memperjuangkan kemerdekaan, meskipun masih ada beberapa kekurangan. 

Menurutnya, kemerdekaan politik merupakan jembatan emas, dan di seberang jembatan itu kita bisa menyempurnakan masyarakat kita. “Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita. Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekakan bangsa kita” .

Dasar negara yang disebut Soekarno sebagai “philosofische grondslag” bukan hanya peristiwa politik, tetapi juga peristiwa budaya yang menyangkut cara pandang dan mindset bangsa Indonesia. Sejak Pancasila dijadikan dasar negara, ideologi, dan pandangan dunia, bangsa Indonesia berubah dan melebur diri sebagai “saudara sebangsa dan setanah air” dengan tetap menghargai keragaman yang melekat pada masing-masing warga .

Pancasila sebagai dasar negara memiliki konotasi yuridis, melahirkan berbagai peraturan perundangan yang tersusun secara hierarkis dan bersumber darinya. 

Sedangkan Pancasila sebagai ideologi merupakan program sosial politik tempat hukum menjadi salah satu alatnya dan karenanya harus bersumber darinya.

Manusia Pancasila adalah manusia Indonesia yang memahami dan melaksanakan Pancasila sebagai kesadaran moral yang harus dijalankan. Kesadaran ini berdasarkan nilai-nilai yang fundamental dan mendalam, sehingga tingkah laku baik didasarkan pada otoritas kesadaran pribadi, bukan atas pengaruh dari luar diri manusia .

Menurut Soekarno, setiap bangsa yang merdeka dan dapat berdiri kokoh harus memiliki weltanschauung yang digali dan disiapkan sebelumnya. Dalam pidatonya pada Kursus Pancasila tanggal 26 Mei 1958, Soekarno menyatakan bahwa Pancasila harus mampu menjadi “leitstar dinamis” bangsa ke depan .

Indonesia kaya akan nilai-nilai budaya seperti budaya Jawa, Sunda, Bali, Papua, dan sebagainya. Keanekaragaman nilai-nilai budaya tersebut ketika diatur dalam suatu undang-undang sering kali menyebabkan benturan antara nilai dan norma. 

Pancasila adalah konstruksi dan perjuangan bangsa berbasis nilai-nilai luhur untuk menyikapi tantangan kehidupan yang kompleks dengan tetap berbasis pada akar budaya bangsa .

Sebagai strategi kebudayaan, Pancasila memiliki peluang untuk menemukan dan menyegarkan kembali jiwa bangsa di tengah arus globalisasi yang menampilkan persaingan ekonomi dan “perang budaya”. Perkembangan teknologi informasi yang pesat memungkinkan perang budaya berjalan secara sistematis, terstruktur, dan massif. 

Soesanto Darmosoegondo menyatakan bahwa Pancasila memiliki beberapa sifat, yaitu: politis, kultural, religius, etis, yuridis, sosialis, humanis universal, mengayomi dan melindungi, universal dan eternal, ideologis, kerakyatan atau demokratis, comprehensive-harmonis, psikologis, pedagogis atau edukatif, dan dinamis-progresif. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan