MAINAN tidak hanya disukai oleh anak-anak. Bapak-bapak pun juga menyukainya. Fenomena mengoleksi mainan oleh laki-laki dewasa yang sudah bekerja maupun berkeluarga ternyata punya alasan khusus. Simak kisahnya berikut ini.
Anton Lomewa, adalah pengusaha dan penggagas Museum Blockbuster Surabaya, ia menyebut dirinya sudah menikmati dunia koleksi mainan sejak kecil. Ia merupakan pengoleksi mainan serta barang-barang properti film yang cukup dikenal di Surabaya.
Ketika kecil, setiap Imlek, Anton selalu menyisihkan uang dari angpao yang ia dapatkan untuk membeli mainan. Ketika usianya 20 tahun, Anton memutuskan untuk serius mengoleksi mainan dan properti film.
Ada banyak jenis mainan yang sudah dikoleksi Anton. Mulai dari action figure, statue, robot hingga henshin device dari serial pahlawan bertopeng Kamen Rider asal Jepang. “Ada kepuasan dan hasrat yang terpenuhi ketika saya membeli mainan. Apalagi ketika saya berhasil mendapatkan mainan langka yang jarang dimiliki orang,” ungkapnya kepada Harian Disway (Grup Radar Lampung).
BACA JUGA:Ikan Geophagus, American Cichlid Memiliki Warna yang Berwarna-Warni
Menurutnya, mainan adalah barang seni bernilai tinggi. Selain itu, mengoleksi mainan adalah sebuah bentuk apresiasi terhadap sebuah karya film. Bahkan untuk mengenang sebuah adegan ikonik dalam film yang ia sukai, Anton membuat berbagai diorama yang menyerupai adegan dalam film tersebut.
“Membuat diorama itu harus detail. Semua aspek harus terpenuhi. Bahkan saya meminta tim saya untuk riset mendalam,” jelasnya. Anton dan timnya butuh waktu berbulan-bulan untuk membuat sebuah diorama adegan film.
Ia pun menggagas Museum Blockbuster Surabaya untuk memamerkan diorama buatannya. Gagasannya sangat diapresiasi banyak pihak. Termasuk oleh turis mancanegara. Semua diorama dan koleksi mainannya di museum tersebut berharga mahal. Salah satu statue paling mahal yang dimiliknya adalah statue Doomsday rilisan tahun 2018.
Doomsday adalah tokoh supervillain dari serial komik DC yang diceritakan mampu membunuh Superman. Dengan tinggi satu meter, mainan tersebut terlihat sangar dengan ornamen jubah berlambang Superman. Harga mainan itu mencapai Rp 54 juta.
Anton menyebut ukuran dan detail dari statue itu menjadi faktor yang membuat harganya mahal. Bahkan ada beberapa statue yang ukurannya kecil, tetapi jauh lebih mahal ketimbang yang besar. Faktor kelangkaan merupakan hal lain yang bisa mempengaruhi harga dari mainan itu. Selain berbagai mainan yang menyerupai patung, ada juga properti film asli yang ia koleksi. Mulai dari helm, kostum, topeng bahkan senjata sudah ia miliki. Harganya juga tak kalah fantastis.
“M56 Smartgun yang ada di film Alien itu harganya 1.500 dolar. Pernah ditawar sama orang seharga 3.000 dolar,” katanya. Melalui jaringan yang ia punya, Anton bisa mendapatkan berbagai properti film.
Bahkan dalam proses membeli, ia harus mengatur strategi agar tidak kecewa bila kelak datang lagi barang yang lebih bagus. “Contohnya, waktu itu ada produk smartphone yang muncul dalam film James Bond Tomorrow Never Dies. Tapi uang saya sudah habis untuk membeli barang yang lain,” ucapnya, lalu menggelengkan kepala. Hingga saat ini, ia tetap mengoleksi mainan. Ia beralasan bahwa dengan mengoleksi mainan, ia merasa lebih awet muda.
Nostalgia masa kecil juga jadi alasan bapak-bapak mengoleksi mainan. Seperti Ifdal Elvari Lubis, pendiri kelompok koleksi mainan Just a Toy dan I Putu Riko Sariwisesa (Riko), seorang konten kreator. Keduanya adalah kolektor Gundam Plastic Model alias Gunpla. Mainan produksi Bandai yang didasarkan pada seri anime robot meka Gundam yang sangat populer.
Ifdal tahu soal Gunpla dari kakak sepupunya pada tahun 2012. “Ya waktu itu cuma sekadar tahu saja. Tapi semuanya berubah saat saya ditawari kakak sepupu dari Jepang. Nah, dia membawakan dua kit Gunpla. Salah satunya Zeta Gundam,” ungkapnya. Namun, belum lama dikoleksi, Zeta Gundam kelas Real Grade (RG) itu rusak. Hal itu membuatnya jengkel
“Saya pun meminta ayah saya untuk membelikan Gundam. Waktu sampai di toko, kami kaget. Harganya mahal banget,” ujarnya, kemudian tertawa. Tiga tahun kemudian, Ifdal mencoba membeli model kit Gunpla yang lain. Apalagi saat itu, toko daring mengobral mainan itu dengan harga murah. Ia bersama kakak kelasnya, Ifdal, mulai mengoleksi Gunpla. Namun, hobi itu sempat berhenti pada tahun 2019.