TEKNIK permakultur dalam berkebun kini sedang menjadi perhatian. Sebab, teknik tersebut tidak hanya sebatas menanam kemudian dipanen hasilnya. Namun juga ada misi untuk berkebun yang berkelanjutan, ramah lingkungan, serta integrasi antara manusia dan alam.
Merujuk penjelasan dari Kementerian Pertanian (Kementan), permakultur dikenalkan sebagai salah satu desain sistem produksi pangan ramah lingkungan yang berkelanjutan. Sistem permakultur menggambarkan lanskap produksi pangan yang meniru keragaman dan ketahanan ekosistem alaminya.
Dengan kata lain, bercocok tanam dengan menggunakan sistem permakultur menerapkan desain yang mencerminkan kepedulian terhadap kesehatan lingkungan. Contohnya mempertimbangkan kebutuhan pencahayaan matahari. Juga, penggunaan air yang optimal dan efisien. Termasuk juga limbah yang dihasilkan, diupayakan untuk bisa didaur ulang. Misalnya diolah menjadi pupuk kompos.
Salah satu petani milenial yang menjalankan sistem permakultur dalam berkebun adalah Gibran Tragari. Ia adalah pendiri Sendalu Permacultur yang berlokasi di Kota Depok, Jawa Barat. Lahan yang digunakan sekitar seluas 500 meter persegi yang menempel dengan rumahnya. Gibran belajar mendalami teknik bercocok tanam memakai sistem permakultur di Bumi Langit Farm di Jogjakarta.
BACA JUGA:Punya Warna yang Cerah, Ikan African Cichlid Bisa Kenali Pemiliknya
Dalam wawancara beberapa waktu lalu, Gibran mengaku sama sekali tidak memiliki latar belakang di bidang pertanian. ’’Bukan hobi berkebun juga,’’ singkatnya.
Hingga pada akhirnya dia sempat bergabung menjadi relawan di Bumi Langit Farm pada 2016. Dengan masuk di Bumi Langit Farm itu, dia mendapatkan banyak ilmu baru. Di antaranya semangat untuk mandiri pangan dari berkebun. Dengan kemandirian pangan itu, Gibran bisa merasakan hidup yang lebih ringan. Sebab, sebagian kebutuhan untuk hidup bisa dipenuhi. ’’Misalnya di gunung tidak butuh internet. Belanja (kebutuhan) juga tidak banyak,’’ katanya.
Pada tahun 2017, Gibran kemudian mencoba bercocok tanam sendiri. Awal berkebun, dia mengaku banyak gagalnya. ’’Enam bulan gagal terus,’’ katanya. Ternyata Gibran menyadari untuk bisa menjadi petani atau pekebun yang jago harus banyak belajar. Akhirnya ia kemudian bergabung dengan kelompok Jakarta Berkebun.
BACA JUGA:Pupuk Booster Bikin Tabebuya Pink Mekar Cantik
Dia mengatakan mencoba menanam apa saja. Khususnya tanaman lokal seperti cabai dan beberapa jenis sayur mayur seperti terong dan tomat. Selain menanam, Gibran juga mencoba untuk menghasilkan benihnya sendiri. Menanam sayuran-sayuran itu sekilas terlihat mudah. Tetapi tantangannya banyak. Saat menanam kangkung dan bayam, ia juga sempat gagal. Seiring waktu berjalan, kemampuannya dalam menanam terus meningkat.
Gibran kemudian menjelaskan tentang permakultur. Menurut pandangannya, permakultur itu adalah desain lahan yang diciptakan dengan mempertimbangkan aspek selaras dengan alam. ’’Jadi bukan tekniknya. Tetapi desain,’’ katanya. Dalam bercocok tanam, desain diatur sedemikian rupa sehingga selaras dengan alam dan sesuai etika yang baik.
Misalnya ketika ingin memelihara ayam. Desain dan tata letak kandang tidak bisa asal-asalan. Dengan begitu kandang ayam itu tidak sampai merusak lingkungan. ’’Urusan kotoran, bisa diatur sedemikian rupa supaya tidak mencemari lingkungan. Atau minimal mudah untuk dibersihkan. Sehingga alam tetap terjaga. Di sisi lain ayam dapat berkembang dengan baik,’’ paparnya. Menurut Gibran, konsep bercocok tanam permakultur cocok diterapkan masyarakat perkotaan atau modern. Yang dalam keseharian cenderung jauh dari alam.(jpc/nca)