BANDARLAMPUNG - Kepala SMK 1 Swadhipa Natar, Lampung Selatan (Lamsel), Yuni Astuti terancam diberhentikan. Itu jika dalam faktanya terbukti melakukan pelanggaraan dugaan penilapan dana BOS di SMK setempat.
Hal tersebut disampaikan Pembina Yayasan Swadhipa Natar, H. Sarimun, menyikapi adanya pemberitaan yang mencuat di Radar Lampung. Meski begitu, ia mengaku para pembina di Yayasan Swadhipa Natar belum mendapat laporan secara resmi dari pengurus yayasan.
Sarimun menjelaskan bahwa dalam yayasan strukturnya antara lain pembina, pengurus, dan pengawas. Kemudian untuk permasalahan tersebut merupakan wewenang pengurus yang merespons dan bertindak. ’’Yang bertanggung jawab pengurus," jelasnya saat dikonfirmasi di Kantor Pusat Yayasan Swadhipa Natar, Selasa (28/11).
Pembina, lanjutnya, sifatnya hanya mengetahui dan mempertimbangkan keputusan yang akan diambil. Untuk urusan teknis di lapangan dilakukan jajaran pengurus. ’’Diserahkan ke pengurus untuk diselesaikan," ucapnya.
Ditanya terkait apakah ada sanksi dari yayasan untuk perilaku melanggar yang dilakukan oknum sekolah, dirinya menjawab iya. Menurutnya seorang kepala sekolah di bawah Yayasan Swadaya Himpunan Pemuda (Swadhipa) Natar dapat diberhentikan atas tiga alasan. Yaitu karena habis masanya, karena meninggal dunia, dan karena terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. ’’Ada sanksi, tercantum dalam SK dan Undang-Undang Kemenkumham," ungkapnya.
Lalu apakah perilaku Kepala SMK 1 Swadhipa yang diduga melakukan penilapan dana BOS masuk dalam kategori hal yang tidak diinginkan, Sarimun pun mengiyakannya.
Namun begitu, lanjut dia, teknis pemeriksaan dan pengambilan tindakan tetap wewenang jajaran pengurus. ’’Ya, makanya itu, tetap yang bertindak nanti pengurus," katanya lagi.
Pengurus nantinya membuat laporan serta memberitahukan ke pembina yayasan terkait tindakan yang akan diambil. ’’Setelah pengurus membuktikan fakta-fakta di lapangan," tegasnya.
Pembina yayasan kemudian melakukan berbagai pertimbangan terkait tindakan yang akan diambil oleh pengurus. ’’Pengurus ambil sikap, dilaporkan ke pembina untuk dipertimbangkan keputusannya," terangnya seraya mengatakan keputusan itu akan dirapatkan pembina yayasan yang dipimpin Bapak Suparman, S.Pd. selaku koordinator pembina.
Pada kesempatan sama, Sarimun juga menyampaikan pesannya agar tidak sembrono dalam bertindak. ’’Kalau ada kekeliruan atau kesalahan ya dibenarkan, jangan dijelek-jelekin aja, tetapi enggak mau dibenerin," pesannya.
Sebelumnya, Kepala SMK 1 Swadhipa Natar Yuni Astuti bersikukuh dengan pernyataan sebelumnya. Yaitu bahwa dana BOS yang dikelolanya digunakan untuk kegiatan dan gaji guru.
’’Ya memang gitu, untuk bayar guru dan kegiatan. Kegiatan sekolah kan banyak bener. Namanya sekolah swasta, anak (murid) itu bayarnya cuma Rp125 ribu," kata dia saat ditemui di sekolahnya, Senin (27/11).
Apalagi sekitar 30 persen murid di SMK 1 Swadhipa, lanjutnya, merupakan anak tidak mampu sehingga digratiskan sekolahnya. ’’Yayasan Swadhipa itu sosial, jadi ya buat operasional semuanya," ujar Yuni.
Terkait dugaan dana BOS yang tidak diserahkan kepada bendahara melainkan dibawa pulang, Yuni menjawab bahwa hal tersebut hanya kesalahan komunikasi. ’’Itu miskomunikasi. Bendahara itu kan mau keluar (mengundurkan diri), jadi otomatis peralihan ke bendahara baru jedanya sampai lama karena memang enggak dapat bendahara. Jadinya kan kita selesaikan. Kan enggak mungkin operasional enggak berjalan karena enggak ada bendahara kita enggak ujian," dalihnya.
Namun saat ditanya apakah setiap pencairan dana BOS di sekolahnya selalu berganti bendahara, Yuni memberikan jawaban namun tidak dapat dimengerti. ’’Enggak sih, kalau bendahara lama itu. Bendahara waktu itu... Enggak lah, kami yang... Ada bendahara komite, ada bendahara ini kan," jawabnya loncat-loncat dengan banyak jeda.