KPK Kumpulkan Data Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat Whoosh

Mahfud M.D. menilai KPK tak perlu menunggu laporan masyarakat untuk menindaklanjuti dugaan markup proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung. -FOTO DISWAY -
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan telah mengambil langkah proaktif untuk menelusuri informasi dan mengumpulkan data terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh, yang kini tengah menjadi perhatian publik.
Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan lembaganya tidak menunggu laporan resmi untuk bertindak jika mengetahui adanya indikasi korupsi.
“Kami tidak menunggu. Begitu ada dugaan tindak pidana korupsi, kami berkewajiban mengumpulkan informasi dan bukti-bukti yang relevan,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (21/10).
Asep juga mendorong masyarakat, termasuk mantan Menko Polhukam Mahfud MD, untuk menyampaikan data dan informasi yang dimiliki agar proses pengusutan berjalan lebih cepat.
"Kami selalu membuka diri. Siapa pun yang memiliki informasi terkait dugaan korupsi silakan melapor agar prosesnya bisa lebih mudah dan cepat,” tambahnya.
Ia meminta publik bersabar menunggu hasil kerja KPK yang saat ini terus menelusuri informasi mengenai dugaan mark up anggaran proyek tersebut.
“Kami sangat terbantu dengan informasi dari masyarakat. Proses penanganan tetap berjalan karena itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab kami,” kata Asep.
Sebelumnya, Mahfud MD sempat menyoroti dugaan adanya pembengkakan anggaran dalam proyek kereta cepat Whoosh.
Ia merasa heran dengan pernyataan juru bicara KPK, Budi Prasetyo, yang memintanya menyerahkan data, padahal menurut Mahfud, KPK bisa langsung melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat..Dalam unggahan video di kanal YouTube miliknya, Mahfud menjelaskan perbandingan biaya pembangunan proyek tersebut.
“Perhitungan pihak Indonesia menunjukkan biaya per kilometer mencapai sekitar 52 juta dolar AS, sedangkan di China hanya 17 hingga 18 juta dolar AS. Jadi meningkat hampir tiga kali lipat,” ujarnya.
Pernyataan Mahfud tersebut memicu reaksi luas dan semakin menyorot transparansi serta akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek strategis nasional itu.(*)