OJK Diminta Tegas Awasi Bank Penyalur KUR yang Masih Minta Agunan Tambahan

Akademisi meminta OJK melakukan uji petik kepatuhan pada bank penyalur KUR.-FOTO IST -

BANDARLAMPUNG – Akademisi Universitas Lampung (Unila) Prof. Nairobi menyoroti sikap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung. Ini berkaitan dengan adanya praktik beberapa Bank Himbara juga Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang masih meminta agunan dalam pinjaman kredit usaha rakyat (KUR). 

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila) ini menilai hal tersebut menunjukkan adanya jurang antara kebijakan pusat dan pelaksanaan teknis di lapangan. Karenanya, dia mendesak OJK turun langsung melakukan uji petik kepatuhan, bukan hanya menunggu laporan tertulis dari bank.

Prof. Nairobi menjelaskan ada beberapa akar persoalan yang membuat praktik tersebut masih terjadi. Pertama, bank sebagai lembaga komersial terikat pada prinsip kehati-hatian (prudential banking). Meski KUR dijamin oleh Jamkrindo dan Askrindo, proses klaim ketika terjadi kredit macet dinilai tidak selalu mudah. Karena itu, agunan tambahan dianggap sebagai buffer untuk memitigasi risiko gagal bayar.

Kedua, sambungnya, bank menilai agunan pokok berupa usaha yang dibiayai kerap belum cukup untuk menjamin kualitas kredit. 

“Kekhawatiran terhadap manajemen usaha, fluktuasi pasar, hingga ketidakakuratan data debitur membuat bank mencari pengaman tambahan,” tuturnya, Kamis 23 Oktober 2025.

Ketiga, budaya perkreditan di Indonesia masih kuat dengan pendekatan collateral-based lending. Transformasi menuju penilaian berbasis karakter dan arus kas (character- dan cash flow-based lending) membutuhkan perubahan mindset dan pelatihan masif bagi petugas kredit di cabang.

Keempat, petugas kredit di lapangan menghadapi tekanan menjaga kualitas portofolio. Meminta tambahan agunan menjadi langkah paling mudah untuk memastikan kredit dinilai aman.

Kelima, Prof. Nairobi menduga sosialisasi aturan pemerintah, seperti Permenko No. 1/2023 tentang penyaluran KUR, belum merata hingga level cabang dan petugas lapangan. 

“Sehingga pengawasan internal longgar dan memberi ruang bagi oknum untuk meminta jaminan tambahan,” kata dia.

Untuk menegakkan aturan, ia menilai OJK harus melakukan langkah preventif dan represif.

“Pertama, OJK perlu sosialisasi langsung ke pimpinan cabang dan account officer. Kedua, OJK dapat membuat pedoman analisis kredit tanpa agunan yang kuat. Ketiga, mendorong pemanfaatan data fintech sebagai pendukung analisis risiko,” jelasnya. 

Selain itu, ia menekankan perlunya pengawasan langsung dengan memasukkan poin pemeriksaan larangan agunan tambahan KUR kurang dari Rp100 juta sebagai agenda wajib dalam pemeriksaan OJK ke bank. 

Dokumen debitur harus diperiksa secara acak, bahkan dapat dilakukan wawancara langsung.

Ia juga meminta OJK menyediakan kanal pengaduan yang mudah diakses, cepat ditindaklanjuti, serta menjamin kerahasiaan pelapor. 

Tag
Share