OJK Diminta Tegas Awasi Bank Penyalur KUR yang Masih Minta Agunan Tambahan

Akademisi meminta OJK melakukan uji petik kepatuhan pada bank penyalur KUR.-FOTO IST -

Hal ini penting karena debitur sering takut melapor akibat khawatir permohonan kreditnya diblokir.

Terkait sanksi, Prof. Nairobi menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas, proporsional, dan transparan.

“Sanksi bisa berupa administratif, denda, hingga pembatasan kegiatan usaha. Bahkan, OJK bisa mengumumkan pelanggaran di situs resmi sebagai efek jera karena menyangkut reputasi publik,” ujarnya.

Menurutnya, bukan hanya institusi yang disanksi, tetapi juga pimpinan cabang dan account officer yang terlibat, misalnya pencabutan sementara izin pelaksana kredit.

OJK juga perlu berkoordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta lembaga penjamin. Jika bank tetap meminta agunan tambahan, lembaga penjamin dapat menolak klaim penjaminan atau memberi penalti agar bank benar-benar patuh.

Prof. Nairobi menegaskan bahwa OJK memegang peran kunci sebagai wasit perbankan. “Jangan hanya menunggu laporan. OJK harus turun melakukan uji petik,” tegasnya. 

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertugas mengawasi sektor jasa keuangan tampaknya kecolongan. Ini berkaitan adanya dugaan bank yang meminta agunan dalam penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) sampai dengan Rp100 juta di Lampung. Bahkan, OJK Lampung terkesan hanya menunggu laporan yang masuk ke mereka.

Hal tersebut disampaikan Kepala OJK Lampung Otto Fitriandy. Ia meminta agar masyarakat yang merasa dirugikan melapor ke OJK agar ditindaklanjuti.

’’Masyarakat yang merasa dirugikan silakan lapor ke OJK ya. Jadi nanti kita follow up berdasarkan pengaduan,” ujar Otto saat dihubungi Radar Lampung, Rabu (22/10).

Otto beralasan pihaknya tidak langsung turun untuk menindaklanjuti hal tersebut dan melakukan pemantauan karena tidak mengetahui bank yang meminta agunan tambahan pada KUR dibawah Rp100 juta.

“Itu pertama bank nya saya nggak tau. Makanya berdasarkan laporan. Secara logika tidak mungkin kami cari satu-satu nasabahnya mana yang dirugikan,” dalihnya.

“Kalau tidak ada pengaduan, jika saya tanya bank mereka tidak agunan kan lama prosesnya. Harus dilakukan pemeriksaan dan lainnya. Tapi kalau ada pengaduan masyarakat, nah lebih cepat,” sambungnya.

Menurut Otto, untuk pengawasan himpunan bank milik negara (Himbara) pengawasannya ada di OJK kantor pusat. Sedangkan OJK Lampung mengawasi Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Kemudian, Otto juga mengaku jika Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) merupakan owner dari peraturan KUR tersebut.

“Pengenaan sanksi pun diketenuan dari pelanggaran Permenko berasal dari mereka (DJPb, red). Dari OJK untuk aspek prudential ya,” tuturnya.

Tag
Share