NATAR - Kepala SMK 1 Swadhipa Natar, Lampung Selatan (Lamsel), Yuni Astuti bersikukuh dengan pernyataan sebelumnya. Yaitu bahwa dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dikelolanya digunakan untuk kegiatan dan gaji guru.
’’Ya memang gitu, untuk bayar guru dan kegiatan. Kegiatan sekolah kan banyak bener. Namanya sekolah swasta, anak (murid) itu bayarnya cuma Rp125 ribu," kata dia saat ditemui di sekolahnya, Senin (27/11).
Apalagi sekitar 30 persen murid di SMK 1 Swadhipa, lanjutnya, merupakan anak tidak mampu sehingga digratiskan sekolahnya. ’’Yayasan Swadhipa itu sosial, jadi ya buat operasional semuanya," ujar Yuni.
Terkait dugaan dana BOS yang tidak diserahkan kepada bendahara melainkan dibawa pulang, Yuni menjawab bahwa hal tersebut hanya kesalahan komunikasi. ’’Itu miskomunikasi. Bendahara itu kan mau keluar (mengundurkan diri), jadi otomatis peralihan ke bendahara baru jedanya sampai lama karena memang enggak dapat bendahara. Jadinya kan kita selesaikan. Kan enggak mungkin operasional enggak berjalan karena enggak ada bendahara kita enggak ujian," dalihnya.
Namun saat ditanya apakah setiap pencairan dana BOS di sekolahnya selalu berganti bendahara, Yuni memberikan jawaban namun tidak dapat dimengerti. ’’Enggak sih, kalau bendahara lama itu. Bendahara waktu itu... Enggak lah, kami yang... Ada bendahara komite, ada bendahara ini kan," jawabnya loncat-loncat dengan banyak jeda.
Sayangnya belum sempat Radar Lampung mengajukan pertanyaan lain lebih jauh, Yuni sudah pamit dengan alasan ada keperluan lain. ’’Ini saya sudah dipanggil, sebentar dulu Mas ya," tutupnya usai menerima panggilan telepon dan berlalu pergi.
Sebelumnya, Kepala SMK 1 Swadhipa Natar diduga kuat ’’menilap” dana BOS. Sumber Radar Lampung menyebut perilaku tersebut dilakukan sejak yang bersangkutan dua tahun menjabat kepala SMK setempat. Tak tanggung-tanggung, hampir 75 persen dana BOS tersebut diduga masuk kantong pribadinya.
Sumber ini menceritakan bahwa permasalahan muncul sejak sang oknum menjabat kepala sekolah. ’’Dari pertama dia menjabat (dua tahun terakhir, Red)," katanya, Jumat (24/11) lalu.
Menurut dia, sang oknum mengajak seorang bendahara untuk melakukan pencairan dana BOS di bank. Namun, lanjutnya, uang tersebut tak pernah sampai ke sekolah, melainkan diduga dibawa pulang. ’’Dia ngambil dana BOS di bank, tetapi terus ya dipegangnya sendiri," jelasnya.
Padahal, dana tersebut seharusnya dipegang bendahara yang pengelolaannya untuk kepentingan sekolah. Namun di tangan sang oknum kepala sekolah justru sebaliknya. Dana tersebut hampir tak lagi terdengar kabar pengelolaannya.
Akibatnya, banyak kegiatan dan kepentingan sekolah yang terbengkalai. Contohnya pengadaan kertas yang kurang dan kegiatan ekstrakurikuler murid yang batal.
Sumber ini menyebut banyak guru yang kemudian kewalahan karena sangat sulit mengajukan dana demi kepentingan sekolah. Setiap ingin mengajukan dana untuk kegiatan dan pengadaan barang selalu dipersulit dengan berbagai alasan.
’’Sulit Mas, sulit banget. Alasannya macam-macam. Sampai enggak enak sendiri kita," ungkapnya.
Saking sulitnya, para guru bahkan pernah menggunakan uang pribadi hanya untuk membeli kertas. Tak hanya itu, pada suatu perlombaan di luar sekolah, disebutkannya terpaksa murid-murid yang secara sadar berpatungan demi membiayai perlombaan.
’’Pernah itu kita mau lomba ke luar sekolah enggak ada duitnya. Untung murid-murid mau patungan sendiri," ungkapnya seraya menyebut permasalahan itu tak pernah terjadi pada kepala sekolah sebelumnya dan baru terjadi saat ini.