Babe Lukman, Penjaga Warisan Budaya Betawi di Tengah Hiruk Pikuk Ibu Kota

Lukman Hakim, seniman ondel-ondel. -Foto Beritasatu /Erfan Maruf -

Jakarta – Sinar matahari siang menembus celah-celah gang sempit di kawasan padat penduduk Karang Tengah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Di antara deretan rumah itu, tampak sebuah bangunan sederhana dengan papan nama bertuliskan “Sanggar Betawi”. Dindingnya penuh dengan foto kegiatan anak-anak muda yang menampilkan beragam kesenian khas Betawi, mulai dari palang pintu, pencak silat, hingga ondel-ondel.

Tak hanya foto-foto, dinding sanggar itu juga dihiasi deretan ondel-ondel mini berwarna-warni. Rumah tersebut adalah kediaman sekaligus tempat berkarya milik Lukman Hakim—pria asli Kebayoran Lama—bersama istrinya yang merupakan warga Lebak Bulus.

Miniatur ondel-ondel yang tertata rapi di sanggar itu merupakan buah tangan kreatif pasangan ini. Bagi mereka, budaya Betawi bukan sekadar warisan leluhur, melainkan juga sumber penghidupan.

 

Perjalanan Lukman sebagai pelestari budaya dimulai sekitar tahun 2004. Saat itu, ia bekerja sebagai petugas keamanan di kawasan SCBD, Jakarta Pusat. Di sela kesibukannya, Lukman menyalurkan kecintaannya terhadap budaya Betawi dengan mendirikan sanggar kecil. Melalui tempat itu, ia mengajar anak-anak muda berbagai kesenian tradisional seperti silat, palang pintu, lenong bocah, kendang pencak, hingga tata dekorasi pelaminan Betawi.

 

Namun, kebutuhan hidup keluarga yang terus meningkat membuatnya harus mencari cara lain untuk menambah penghasilan. Pada 2013, muncul ide untuk membuat miniatur ondel-ondel dari barang-barang bekas. Dari situlah perjalanan kreatifnya dimulai.

 

“Kami coba bikin ondel-ondel dari bahan daur ulang. Tahun 2013 saya mulai eksperimen kecil-kecilan,” kenang Lukman di kediamannya.

 

Dalam prosesnya, Lukman memanfaatkan berbagai bahan sisa. Botol plastik teh kemasan dijadikan badan, tutup botol sebagai leher, sementara tutup galon air mineral dipakai sebagai kepala. Karton sisa percetakan dibentuk menjadi bagian tubuh, dan kain perca dari tukang jahit dijadikan busana ondel-ondel mini. Hanya beberapa bahan seperti cat, spidol, pita, dan pembungkus yang harus ia beli.

 

“Ada tetangga dan teman yang bantu kumpulin barang bekas. Saya beli dari mereka, saya kasih harga lebih tinggi sedikit biar semangat,” ujarnya sambil tersenyum.

 

Tag
Share