"Alhamdulillah, terima kasih ya, Neng," ujar pengemudi ojek dengan senyuman.
Amora mengangguk, "Iya, Pak.”
Amora meninggalkan tempat awal dan menuju ke arah ujung dermaga untuk menunggu Vanya. Area pantai lumayan sepi karena hari ini adalah hari Rabu, saat semua akan sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Amora mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, memberi kabar kepada Vanya bahwa ia telah sampai dan tengah duduk di ujung dermaga.
Sesampainya Amora di ujung dermaga, ia duduk bersila dan memandangi wajahnya yang berada di atas pantulan gelombang air.
Sudah dua menit Amora menatap pantulan wajahnya di atas gelombang air, tetapi tiba-tiba ia berhalusinasi ingin menjatuhkan diri ke laut.
Amora menunduk dan mencelupkan sedikit ujung tangannya untuk memainkan air di sana, yang mengakibatkan efek percikan-percikan kecil. Namun, sedetik kemudian ia meyeburkan diri ke laut lalu tenggelam.
Amora sempat diam dan tak berkutik. Saat kesadarannya kembali ia langsung melambaikan tangan, tetapi tidak ada satu pun orang yang melihat. Di dalam sana Amora merasa ada sesosok makhluk yang menariknya paksa untuk terus masuk ke dalam permukaan air yang dalam.
Amora kehabisan napas. Kakinya terus ditarik oleh makhluk tersebut dan membawanya pergi semakin jauh dari dermaga.
Terakhir yang Amora lihat adalah seorang perempuan dengan mata hitam, telinga, gigi, serta kuku yang panjang dan runcing, dengan ekor panjang berwarna abu-abu dan hitam yang menarik kakinya sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri. Makhluk yang membawa Amora adalah Siren.
"Mama! Huh, tolong!" Amora berteriak dan tersadar dari perjalanan koma yang panjang.
Faisal dan Dina terkejut dan serentak menenangkan Amora. "Nak, ini Mama sayang. Ini Mama."
Amora menangis tak karuan serta meraung dan memberontak, "Tolong, Ma, tolong!" Amora meracau.
Dengan cekatan Faisal berlari ke luar untuk memanggil dokter yang selama ini menangani Amora. "Dok, Dok, anak saya, Dok!"
Dokter dengan mata berwarna abu-abu dengan nametag yang bertuliskan Felix Mahendra tengah berlari sambil memasang stetoskopnya ke telinga.
Pada akhirnya, Amora diberikan suntikan penenang agar ia berhenti memberontak.