Untaian Asa
-Ilustrasi Freepik-
Oleh Agin Aulia
“Nduk, ini satenya sudah Bapak belikan!” seru Bapak begitu masuk ke dalam rumah.
Aku berjalan gontai menghampiri Bapak. Beliau ternyata sudah duduk manis di meja makan sembari mengisap sebatang rokok dengan ditemani secangkir kopi.
“Gimana, badannya sudah enakan?” tanya Bapak.
“Sudah, Pak, tapi kalau belum makan sate rasanya masih meriang,” ucapku sambil terkekeh.
Mendengar celotehku, Bapak terbahak. “Kamu ini ada-ada saja, ya sudah cepat dimakan, biar gak meriang lagi,” ujar Bbapak.
“Lah, Bapak cuma beli satu? Bbuat Iibu sama Cika?”
BACA JUGA:Beda yang Sama
“Udah, mereka juga Bapak belikan. Itu Bbapak simpan di lemari.”
“Oh, ya udah.”
Saat ini aku sedang flu. Badanku panas sejak tadi malam ditambah hidung mampet dan kepala pusing membuatku tak selera untuk makan. Kalau sedang meriang begini, makanan favoritku bukan lagi sambal ikan asin buatan ibu, melainkan sate ayam lengkap dengan lontong dari warung Mang Tejo.
“Ngomong-ngomong, Ibu dan Cika ke mana, Pak? Dari tadi gak kelihatan?”
“Sedang di tempat nenekmu sebentar, mau ambil karpet katanya. Besok kan kita mau tamasya,” jawab bapak dengan sumringah.
Mataku berbinar seketika, “Wah, Bapak dapat charteran lagi?”