Syaratnya Harus Cuti
JAKARTA - Penyataan Presiden Jokowi soal presiden yang boleh memihak dan berkampanye mengikuti paslon presiden-wakil presiden tertentu menuai polemik publik baru-baru ini.
Jokowi diketahui secara terang-terangan mengatakan bahwa dirinya sebagai pemimpin negara sejatinya boleh memihak dan bahkan berkampanye mendukung salah satu pasangan capres. Namun dengan catatan, tindakan memihak dan berkampanye itu tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
’’Hak demokrasi, hak politik, setiap orang. Setiap menteri sama saja, yang paling penting presiden itu boleh lho kampanye, boleh lho memihak. Boleh,” kata Presiden Jokowi dalam keterangan di Lanud Halim Perdanakusuma, pada Rabu (24/1).
BACA JUGA:Cek Fakta, Percakapan Telepon Surya Paloh Memarahi Anies Baswedan
Kendati demikian, Presiden Jokowi tak menyebutkan siapa paslon yang didukungnya dalam Pilpres 2024 ini. ’’Ya nanti dilihat,” katanya.
Pernyataan tersebut tak ayal menuai komentar dari publik. Pasalnya, jauh sebelum ini, Presiden Jokowi secara tegas meminta para pejabat negara untuk menjaga netralitasnya saat pemilu 2024.
Selain itu, komentar keberpihakan yang meski belum ditujukan kepada paslon tertentu ini, juga dinilai akan turut mempengaruhi dinamika pilpres 2024 yang tinggal menghitung hari.
Melihat polemik yang cukup masif imbas pernyataan Presiden Jokowi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya ikut buka suara. Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan tidak ada yang salah dengan pernyataan Presiden Jokowi. Secara aturan, sebenarnya presiden memang memiliki hak untuk berpihak dan berkampanye mendukung pilihannya.
BACA JUGA:Hasil Survei, 42,96% Mahasiswa Mau Terima Uang tapi Ogah Pilih Calon
’’UU Pemilu khususnya pasal 281 ayat 1 memperbolehkan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota ikut dalam kegiatan kampanye,” kata Idham dilansir dari Antaranews, Kamis (25/1).
Adapun detailnya, hal ini merujuk pada Pasal 281 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) berbunyi, ‘Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan: a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan’.
Aturan tersebut turut digarisbawahi larangan tertentu, yakni tidak bolehnya pejabat negara menggunakan fasilitas negara untuk aktivitas politik.
Selain itu, presiden atau pejabat terkait diharuskan mengajukan cuti untuk terlepas dari tugas kenegaraannya.
BACA JUGA:Prioritaskan Tenaga Honorer untuk Rekrutmen PPPK