Terpidana Seumur Hidup Kendalikan Peredaran 10 Kg Ganja dari Dalam Penjara

Selasa 26 Aug 2025 - 21:01 WIB
Reporter : Leo Dampiari
Editor : Agung Budiarto

BANDARLAMPUNG – Muslih bin Raden Masurip, warga Perum Permata Asri, Karanganyar, Jatiagung, Lampung Selatan, kembali duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang. Terpidana seumur hidup itu didakwa mengendalikan peredaran 10 kilogram ganja kering dari dalam penjara.

Sidang digelar Selasa (26/8) dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Roosman Yusa. Namun, sidang terpaksa ditunda pekan depan lantaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung belum menerima berkas tuntutan dari Kejagung RI.

Dalam dakwaan sebelumnya, JPU menyebut Muslih bersama tiga terdakwa lain, yakni Iszan Erliansyah, Sanjaya, dan Rian Choirul Anwar (berkas terpisah), melakukan permufakatan jahat mengedarkan ganja. Aksi itu bermula pada Februari 2024 ketika seorang buronan bernama Rizki (DPO) menghubungi Muslih dan menawarkan pengiriman ganja seberat 10 kilogram.

Muslih kemudian meminta Iszan Erliansyah menyediakan alamat di Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan, sebagai tujuan pengiriman paket dari Aceh. Pada 18 Maret 2024, Iszan bersama Sanjaya dan Rian mengambil paket tersebut di sebuah gerai ekspedisi JNT di Dusun Jatisari, Desa Pasuruan, Penengahan.

BACA JUGA: Berlaku 2026, Beli Elpiji 3 Kg Wajib Tunjukkan KTP

Saat paket diterima, tim Ditresnarkoba Polda Lampung langsung melakukan penangkapan dan penggeledahan. Dari lokasi, polisi menemukan barang bukti berupa 10 bungkus ganja kering yang terbungkus lakban bening, disimpan dalam kardus berlapis karung putih.

Para pelaku dijanjikan upah Rp500 ribu untuk setiap kilogram ganja yang berhasil diedarkan. Atas perbuatannya, terdakwa Muslih dijerat Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati. 

Sebelumnya juga Sidang perkara narkotika yang melibatkan dua narapidana Rutan Salemba, Apriyanto dan Machdy Irawan, kembali ditunda untuk kali keempatnya oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (4/6).

Penundaan dilakukan karena JPU Ponco menyatakan belum menerima surat tuntutan resmi dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

“Sidang pembacaan tuntutan belum bisa dilaksanakan karena surat tuntutan belum turun dari Kejagung. Kami minta waktu sampai pekan depan,” ujar JPU Ponco di hadapan majelis hakim.

 

BACA JUGA:Truk Dominasi Uji KIR BandarlampungDalam dakwaan JPU, kasus ini bermula pada 6 Februari 2024, ketika terdakwa Machdy Irawan menghubungi Apriyanto—yang sama-sama ditahan di Rutan Salemba Jakarta Pusat—untuk mencari orang yang bisa mengambil narkotika jenis sabu. Ia bahkan menjanjikan imbalan sebesar Rp10 juta per kilogram.

Machdy lalu memerintahkan seseorang untuk mengantar sabu seberat 3 kilogram ke wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Atas permintaan tersebut, Apriyanto memerintahkan dua kurir bernama Akbar dan Aprizal untuk mengambil barang haram itu dari Pekanbaru.

Namun, saat mobil yang mereka gunakan, Toyota Avanza Veloz, melintasi Seaport Interdiction Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, mereka dihentikan oleh petugas Ditresnarkoba Polda Lampung.

Dalam pemeriksaan, polisi menemukan 43 bungkus besar dan 14 bungkus sedang berisi narkotika jenis sabu, dengan total berat bruto mencapai 52,4 kilogram.

Kategori :