JAKARTA, RADAR LAMPUNG – Harapan petani singkong akan harga yang adil dan berpihak kepada mereka kian mendekati kenyataan.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, menyampaikan bahwa rumusan harga nasional untuk komoditas singkong telah disepakati secara prinsip oleh para pemangku kepentingan, dan kini tinggal menunggu finalisasi di tingkat menteri.
Pernyataan tersebut disampaikan Mikdar usai mengikuti rapat terbatas lintas kementerian yang digelar di Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bappenas, dan Badan Pangan Nasional.
“Alhamdulillah, sudah ada rumusan harga yang bisa diterima baik oleh asosiasi petani maupun pengusaha. Sekarang tinggal difinalisasi dan ditetapkan di tingkat menteri,” ujar Mikdar.
BACA JUGA:Pemkot Bandarlampung Siap Tindak Lanjuti Rekomendasi Pansus untuk Pembuangan Limbah B3
Dalam rapat tersebut, dua skema usulan harga dasar singkong nasional mengemuka:
Pihak perusahaan mengusulkan harga Rp1.350 per kilogram dengan kadar aci 24 persen dan rafaksi 15 persen.
Pihak petani tetap mengusulkan harga Rp1.350 per kilogram, namun dengan kadar aci 20 persen dan rafaksi maksimal 15 persen.
Menurut Mikdar, selisih kadar aci tersebut berpengaruh besar terhadap pendapatan petani, sehingga perlu ada regulasi nasional yang adil dan tidak merugikan.
“Perbedaan kadar aci ini sangat menentukan harga akhir yang diterima petani. Karena itu kami minta ada standar nasional yang tegas, bukan sekadar kesepakatan industri,” tegasnya.
BACA JUGA:DPRD Lampung Gelar Paripurna Laporan Pansus LHP BPK APBD Lampung hingga Semester I 2024
Rapat juga menyoroti pentingnya penerapan kebijakan larangan impor terbatas (lar-tas) singkong untuk menjaga stabilitas harga di pasar domestik. Mikdar mengingatkan bahwa tanpa pengawasan ketat, praktik manipulasi kadar aci dan impor murah bisa merugikan petani lokal.
“Kita minta kadar aci dan sistem rafaksi diatur secara resmi oleh Kementerian Perdagangan agar punya dasar hukum dan bisa diawasi,” tambahnya.
Komunikasi intens terus dilakukan Mikdar bersama Asosiasi Tepung Tapioka Lokal dan Persatuan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPPUKI). Ia memastikan bahwa seluruh aspirasi teknis dari kalangan petani sudah disampaikan dalam forum resmi.