THR, Suplemen Obat Kuat di Tengah Lesunya Daya Beli

Jumat 14 Mar 2025 - 17:01 WIB
Editor : Yuda Pranata

Pada momen mudik Lebaran terdapat berbagai aktivitas ekonomi produktif yang berlangsung secara bersamaan. Misalnya, terjadinya mobilisasi massal perpindahan angkutan barang dan manusia yang menggunakan berbagai moda transportasi dari satu kota ke kota lain yang diiringi aktivitas konsumsi (pembelian bahan bakar, tiket tol, dan mamin). 

Berdasar Survei Potensi Pergerakan Angkutan Lebaran Tahun 2024 yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, pada edisi mudik Lebaran 2024, masyarakat memilih moda KA antarkota 39,32 juta orang (27,42 persen), bus 37,61 juta orang (26,21 persen), mobil pribadi 35,42 juta orang (24,68 persen), dan sepeda motor 31,12 juta orang (21,69 persen). 

Pada edisi Lebaran 2023, mobilitas pergerakan moda transportasi lebih kecil ketimbang 2024. Moda transportasi yang diminati tertinggi adalah mobil pribadi 27,32 juta (31,15 persen), sepeda motor 23,13 juta orang (26,38 persen), bus 22,77 juta orang (25,97 persen), dan KA antarkota 14,47 juta orang (16,50 persen).

Dapat dikatakan, pergerakan masyarakat yang memanfaatkan berbagai moda transportasi angkutan barang dan manusia di musim Lebaran berpotensi menciptakan peluang dan manfaat ekonomi, termasuk di dalamnya sektor pariwisata terkatrol sangat signifikan.

KATALISATOR

Tren pergerakan masyarakat cukup berpengaruh terhadap tingginya perputaran jumlah uang yang beredar di Indonesia pada aktivitas mudik Lebaran. Bank Indonesia (BI) telah mencatat perputaran uang kartal selama libur Lebaran 2024 yang diperkirakan menyentuh angka Rp 92,3 triliun yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.

Angka tersebut dihitung dari jumlah pemudik sebesar 123,8 juta orang atau setara dengan 30.752.000 keluarga. Perputaran uang tersebut menyebar di berbagai sektor usaha transportasi darat (seperti bus, kereta api, mobil pribadi, dan motor), transportasi laut (kapal laut), dan udara (pesawat). 

Kemudian, kuliner, hotel, restoran, kafe, destinasi wisata, UKM makanan khas daerah dan penjual suvenir, warung dan toko di daerah, serta berbagai produk unggulan daerah.

THR juga memiliki dampak positif terhadap industri pariwisata, penghasilan pelaku usaha UMKM, dan pelaku industri perjalanan. 

Pendistribusian THR dan gaji ke-13 berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sekaligus membantu mengendalikan inflasi dengan tetap menjaga daya beli masyarakat. 

Bagaimanapun, efek pengganda ekonomi THR selain mampu mendongkrak daya beli yang bersifat musiman, seperti pada momen Lebaran, juga riskan memicu terjadinya inflasi karena kenaikan permintaan barang dan jasa yang pada gilirannya akan mengatrol harga. 

Inflasi terjadi karena kemerosotan nilai uang yang disebabkan oleh banyak uang beredar, yang mengakibatkan naiknya harga barang dan jasa. 

Dapat dikatakan bahwa THR dapat memengaruhi melonjaknya tingkat konsumsi belanja masyarakat, yang otomatis mengerek tingkat inflasi makin tinggi. Namun, pemicu inflasi dari sisi permintaan akan kembali mereda setelah dampak THR tak ada lagi usainya hari raya Idulfitri. 

Sebaliknya, tekanan inflasi yang perlu diperhatikan justru dari aspek rantai pasok dan distribusi seperti terhambatnya distribusi barang kebutuhan pokok yang menimbulkan antrean panjang. Efek bottleneck itulah yang rentan menimbulkan kelangkaan barang yang memicu terjadinya kenaikan harga.

Namun, kali ini Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebuah anomali, yakni Indonesia mengalami deflasi year-on-year atau tahunan sebesar 0,09 persen pada 3 Februari 2025. BPS juga mencatat, Indonesia mengalami deflasi bulanan atau month-to-month sebesar 0,48 persen pada Februari 2025. 

Deflasi tahunan yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan kejadian langka yang mana kali terakhir deflasi year-on-year Indonesia terjadi pada 25 tahun yang lalu, tepatnya Maret 2000 di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10 persen. Faktor pemicu deflasi saat itu mayoritas disumbang kelompok bahan makanan dan minuman. 

Tags :
Kategori :

Terkait