JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon. Keputusan ini diumumkan melalui laman resmi MA pada Senin (16/12).
Dalam putusan tersebut, MA membagi tiga perkara terkait kasus Vina Cirebon. Pertama, Nomor Perkara 198 PK/PID/2024 yang diajukan oleh Eko Ramadhani alias Koplak bin Kosim dan Rivaldi Aditya Wardana alias Andika bin Asep Kusnadi.
Kedua, Nomor Perkara 199 PK/PID/2024 yang diajukan oleh terdakwa Eka Sandy alias Tiwul bin Muran, Hadi Saputra alias Bolang bin Kasana, Jaya alias Kliwon bin Sabdul, Sudirman bin Suranto, dan Aupriyanto alias Kasdul bin Sutadi. Ketiga, permohonan PK yang diajukan oleh Saka Tatal juga ditolak.
Dalam konferensi pers, Hakim Agung Dr. Yanto, S.H., M.H. menjelaskan alasan penolakan permohonan PK tersebut.
Menurutnya, tidak ditemukan kekhilafan yudikatif atau yudikyuris dalam pengadilan yang telah dijalani para terpidana. Selain itu, bukti baru atau novum yang diajukan oleh terpidana tidak memenuhi syarat sebagai bukti baru sesuai dengan Pasal 263 ayat 2 huruf A KUHP.
“Tidak terdapat kekhilafan yudikatif dan yudikyuris dalam mengadili para terpidana, dan bukti baru atau novum yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat 2 huruf A KUHP,” ungkap Dr. Yanto.
Dengan ditolaknya permohonan PK ini, ketujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon akan tetap menjalani hukuman yang telah dijatuhkan sebelumnya, yakni hukuman penjara seumur hidup.
Kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon terjadi pada 27 Agustus 2016 dan melibatkan kelompok geng motor, di mana salah satu anggotanya cemburu terhadap Vina. Eki, salah satu korban, merupakan anak dari seorang anggota polisi berpangkat Ipda, Rudiana.
Awalnya, kasus ini disebut sebagai kecelakaan tunggal, namun setelah penyelidikan lebih lanjut, terungkap bahwa keduanya dibunuh, dan beberapa terpidana bahkan diduga melakukan pemerkosaan.
Sebelumnya, Seperti dikutip ANTARA, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly meminta Polri segera menuntaskan kasus pembunuhan Vina Cirebon yang dinilai penanganan kasusnya janggal, bahkan kini menjadi pembicaraan secara nasional.
’’Kita minta kepolisian menuntaskan ini dengan baik. Karena ini sudah bukan hanya (perbincangan publik) di Jawa, tetapi di seluruh Indonesia,” ujar Yasonna di sela peresmian Kantor Wilayah Kemenkumham yang baru di Jalan Sultan Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (14/6).
Menurutnya, tugas Polri menuntaskan kasus pembunuhan Vina dan temannya Muhammad Rizky alias Eki di Cirebon pada 2016, karena diduga ada banyak kesalahan dan rekayasa dalam proses penegakan hukumnya, termasuk menetapkan orang yang belum tentu bersalah hingga dipenjara.
“Ada kecurigaan-kecurigaan dan itu harus dibuktikan. Bahwa yang ada sekarang yang menjalani hukuman bukan orang yang seharusnya pelaku,” paparnya kepada wartawan.
Oleh karena itu, pihaknya berharap agar kepolisian bisa segera menyelesaikan kasus ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi institusi Polri, apalagi memenjarakan orang yang tidak bersalah.
“Dalam hal ini, kita berharap Polri dapat menuntaskan dengan baik, sehingga jelas siapa sebetulnya pelakunya dan membawanya ke peradilan dan mendapat hukuman yang setimpal,” kata Yassona menegaskan.