Kejagung Periksa 20 Saksi Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah Petral
Kejaksaan Agung menerangkan kasus minyak mentah sudah dilakukan sejak Oktober 2025. -Foto Disway -
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa lebih dari 20 saksi dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan minyak mentah di Pertamina Energy Trading Limited (Petral) atau Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES).
Informasi tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supritana, saat dikonfirmasi pada Rabu, 12 November 2025.
“Untuk saksi, sudah lebih dari 20 orang yang kami periksa. Saat ini tahapannya masih penyelidikan, sebelum naik ke penyidikan,” ujar Anang.
Anang menjelaskan, penyidikan yang dimulai sejak Oktober 2025 itu merupakan tindak lanjut dari temuan yang muncul dalam proses persidangan perkara sebelumnya.
Ia menegaskan bahwa periode kasus yang diselidiki mencakup tahun 2008 hingga 2015, bukan sampai 2017 seperti yang sempat diberitakan.
“Gedung Bundar menangani periode 2008 sampai 2015, bukan 2017. Ini merupakan pengembangan dari perkara yang sudah berjalan di persidangan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Anang menyebutkan bahwa pihaknya juga berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus ini.
Hal itu dilakukan karena terdapat keterkaitan antara perkara yang ditangani Kejagung dan penyidikan yang tengah dilakukan lembaga antirasuah tersebut.
“Saat ini penyidik masih menyusun konstruksi hukum dan menentukan pihak-pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban,” imbuhnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi lembaganya juga sedang menangani dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang periode 2009 hingga 2015..
Ia menuturkan, penyelidikan ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap pengadaan katalis di PT Pertamina (Persero) yang terjadi pada 2012–2014.
“Penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi lain yang menimbulkan kerugian keuangan negara dari pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang periode 2009–2015,” ungkap Budi.
Budi menjelaskan, perkara tersebut diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi perhatian karena melibatkan dua lembaga penegak hukum besar, yakni Kejagung dan KPK, yang bekerja sama untuk mengungkap dugaan korupsi besar di sektor energi strategis nasional. (*)