BANDARLAMPUNG – Ketua DPRD Bandarlampung Bernas Yuniarta meminta komisi IV untuk segera memanggil pihak sekolah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA). Ini terkait kasus pencabulan terhadap seorang siswa SD yang diduga dilakukan oleh oknum guru.
’’Komisi IV harus segera mengagendakan pertemuan dengan semua pihak terkait dalam hearing,” ujar Bernas di hadapan anggota Komisi IV pada Jumat (1/11) di gedung rapat paripurna DPRD.
Bernas juga mendorong aparat kepolisian untuk memproses kasus ini dengan cepat agar pelaku dapat diberi hukuman yang berat, sehingga memberi efek jera.
“Polisi harus bertindak cepat. Hukuman berat perlu diberikan agar menjadi pelajaran bagi pelaku lainnya,” tegasnya.
BACA JUGA:Modus Belanja Perabotan Sekolah, Guru SD di Bandar Lampung Diduga Lecehkan Muridnya
Menanggapi pernyataan Bernas, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung, Dewi Mayang Suri Djausal, menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengagendakan hearing dengan sekolah dan dinas terkait.
“Dengan adanya instruksi dari Ketua DPRD, kami akan menanggapi kasus ini dengan serius untuk mencegah kasus serupa di masa depan,” kata Dewi.
Dewi juga menyampaikan keprihatinannya atas meningkatnya kasus pelecehan anak setiap tahun. Menurutnya, pihak sekolah harus lebih selektif dalam proses perekrutan guru.
“Ini peringatan bagi pihak sekolah. Kami mendorong agar perekrutan guru, baik di sekolah negeri maupun swasta, dilakukan dengan selektif, khususnya dalam hal kepribadian dan mental calon guru, karena mereka memegang masa depan generasi muda,” ujarnya.
Sebelumnya, pihak keluarga korban telah meminta keadilan atas tindakan pencabulan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap siswa berinisial S (11), siswa kelas 6 di sebuah SD swasta di Bandar Lampung.
BACA JUGA:Fahrizal Darminto Pensiun, Fredy Akan Dilantik sebagai Pj Sekprov Lampung?
Keluarga korban yang diwakili kuasa hukum menuntut agar polisi membatalkan penangguhan penahanan terhadap pelaku.
Kasus ini tercatat di Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Perlindungan Anak.
Berdasarkan keterangan kuasa hukum korban, insiden pertama terjadi pada 20 September 2024, ketika pelaku mengajak korban berkeliling menggunakan mobil dan diduga melakukan perbuatan tak senonoh.
Insiden serupa dilaporkan kembali terjadi pada 26 September dan 29 September 2024 di lokasi yang berbeda.