Bawaslu Wajib Diberi Wewenang Penyidikan Pemilu

Pakar hukum tata negara UGM Yance Arizona menilai Bawaslu perlu diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan langsung terhadap dugaan tindak pidana pemilu, tanpa bergantung pada kepolisian.-FOTO BERITASATU -

YOGYAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan langsung terhadap dugaan tindak pidana pemilu, tanpa bergantung pada kepolisian.
Langkah ini diyakini penting demi memperkuat penegakan hukum pemilu yang selama ini dianggap belum optimal.
Menurut Yance, kelemahan utama penanganan pelanggaran pidana pemilu berasal dari terbatasnya kewenangan Bawaslu sebagai lembaga pengawas.
Saat ini, penegakan hukum dilakukan melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang melibatkan Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. Namun dalam praktiknya, keputusan penyidikan masih didominasi kepolisian.
“Salah satu faktor kelemahan penegakan hukum pemilu adalah minimnya kewenangan Bawaslu untuk mengungkap pelanggaran pidana. Keputusan dalam Gakkumdu masih lebih dominan di tangan polisi sebagai penyidik,” ujarnya kepada Beritasatu.com, Rabu (19/11/2025).
Yance menegaskan, jika Bawaslu diberikan kewenangan penyidikan, seperti lembaga independen lain, misalnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka penegakan hukum pemilu akan menjadi lebih efektif dan akuntabel.
“Oleh karena itu, Bawaslu perlu diperkuat sebagai penyidik dalam penegakan hukum pemilu. Tidak bisa terus bergantung kepada Polisi,” tegasnya.
Yance menambahkan, kewenangan penyidikan akan memperkuat independensi Bawaslu dalam mengungkap berbagai pelanggaran pemilu, mulai dari politik uang hingga penyalahgunaan kekuasaan. Hal tersebut diyakini mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.
Diketahui, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengatakan tengah menelusuri dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan Polri dalam pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Papua.
Hal tersebut disampaikan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja merespons demonstrasi masyarakat Papua yang menemukan dugaan pelanggaran oleh Pj Gubernur Papua Agus Fatoni dan Kapolda Papua Irjen Petrus Patrige Rudolf Renwarin dalam PSU Pilkada Papua.
“Ada informasi awal (terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN dan Polri) yang sedang ditelusuri,” ujar Bagja kepada wartawan, Selasa (12/8/2025).
Bagja mengatakan pihaknya masih menunggu laporan dari Bawaslu Provinsi Papua terkait dugaan pelanggaran selama pemungutan suara ulang tersebut. Dia juga mengungkapkan masih ada beberapa PSU di beberapa TPS. “Masih proses rekap, Ada beberapa PSU di TPS,” tandas Bagja.
Sebelumnya, masyarakat adat dari berbagai wilayah di Tanah Tabi menggeruduk kantor gubernur Papua, di Jalan Soa Siu Dok II Jayapura, Senin (11/8/2025) siang. Mereka menuntut netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan Polri dalam pelaksanaan PSU Pilgub Papua.
Aksi ini diikuti oleh perwakilan masyarakat adat dari Tabi Seireri, masyarakat Kayu Pulau, Payuguban, perwakilan masyarakat muslim, perwakilan gereja yang ada di Kota Jayapura.
Dalam orasinya, Ketua Dewan Adat Sentani, Organes Kaway, menegaskan masyarakat adat menolak segala bentuk intervensi politik yang dapat mencederai proses demokrasi di Papua. Dia khawatir atas dugaan keberpihakan Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, dalam proses PSU.
“Kami datang dengan damai, tetapi suara kami tegas, ASN harus netral, dan Pj gubernur harus dievaluasi. Demokrasi Papua tidak boleh dikendalikan oleh kepentingan politik,” ujar Kaway di hadapan massa.
Kepala Biro Umum Sinode GKI Di Tanah Papua, Pdt Petrus Imoliana mengatakan pihaknya memiliki sejumlah bukti keterlibatan Pj Papua dan kapolda dalam dugaan intervensi PSU Pilkada Papua. Menurutnya, praktik dugaan intervensi ini terang-terangan terjadi.
“Pertama, Pj gubernur ditugaskan ke Papua itu kan untuk menyelesaikan PSU Papua, bukan untuk menjadi tim sukses salah satu paslon. Dia malah sampai masuk ke masjid dan berceramah bahwa kita harus pilih imam kita,” kata Petrus Imoliana kepada wartawan, Selasa (12/8/2025).
“Yang kedua, yang sudah jelas jelas memihak itu parcok (partai cokelat), datang kapolda-nya itu urusan apa kapoldanya ke Sentani. Sentani itu kabupaten ada bupatinya toh,” ujarnya menambahkan. (beritasatu/c1/yud)

Tag
Share