Kejadian serupa juga dilaporkan terjadi pada tanggal 26 September 2024 di sekolah setelah jam ekstrakurikuler dan pada tanggal 29 September 2024 saat hendak pulang, di belakang lapangan sekolah.
Kuasa hukum menyatakan, Polisi harus memiliki indikator yang jelas dalam memberikan penangguhan, tujuannya adalah untuk mencegah pelaku melarikan diri dan mengingat korban masih di bawah umur dan mengalami trauma mendalam.
Dia menambahkan, keluarga korban merasa tertekan, sudah berbulan-bulan korban hidup dalam ketakutan untuk pergi ke sekolah dan bertemu teman-teman.
Lanjutnya, dengan bukti yang ada, pihaknya yakin pelaku harus bertanggung jawab. Karena menjaga keselamatan anak-anak lain harus menjadi prioritas.
Sementara dari keterangan keluarga Restu Dwipaaruna, korban dikenal sebagai siswi berprestasi dengan cita-cita menjadi hafiz Quran, kini terancam masa depannya akibat tindakan pelaku.
Keluarga korban berharap agar kasus ini mendapat perhatian serius dari pihak berwenang demi memberikan rasa aman bagi semua siswa di lingkungan sekolah. (mel/c1/abd)