Selama Kampanye, Bawaslu Catat 195 Kasus Dugaan Pelanggaran Kades

Selasa 29 Oct 2024 - 22:09 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI melaporkan 195 kasus dugaan pelanggaran netralitas kepala desa (Kades) selama kampanye pilkada serentak 2024.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyatakan bahwa kasus-kasus tersebut tersebar di 25 provinsi sejak awal masa kampanye hingga saat ini. “Hingga 28 Oktober 2024 terdapat 195 kasus dengan rincian 59 temuan, 136 laporan, 130 perkara diregister, 55 tidak diregister, dan 10 perkara belum diregister,” paparnya di kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin (28/10).

Dari total 130 perkara yang diregister, 12 di antaranya tergolong tindak pidana pelanggaran pemilihan. Sementara itu, 97 kasus merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya, dan 42 kasus dinyatakan bukan pelanggaran.

“Kasus-kasus ini menunjukkan pelanggaran netralitas kepala desa, sehingga penting untuk memastikan agenda demokrasi elektoral di tingkat lokal berlangsung secara kompetitif, jujur, adil, dan demokratis,” tambahnya.

Bagja mengingatkan bahwa menurut Pasal 70 Ayat 1 UU Pilkada, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa, lurah, dan perangkat desa dalam kampanye. “Kepala desa dan perangkat desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon,” jelasnya.

Ia mengimbau kepada kepala desa dan perangkat desa untuk menjaga netralitas selama masa kampanye Pilkada 2024. 

“Kami berharap imbauan ini dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh calon kepala daerah dan tim kampanye, agar proses demokrasi di tingkat lokal dapat berjalan dengan baik,” tutupnya.

Sebelumnya, Dugaan mobilisasi kepala desa (Kades) untuk mendukung paslonkada menjadi salah satu fokus pendalaman dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku pihaknya sedang mendalami dugaan mobilisasi Kades untuk mendukung salah satu pasangan calon pada Pilkada Jawa Tengah (Jateng) 2024.

“Kami lagi menunggu informasi dari Bawaslu Kota Semarang. Apakah ini termasuk dugaan tindak pemilihan, ataupun pelanggaran netralitas, ataupun bukan pelanggaran,” kata Bagja di kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan para pelaku terancam hukuman pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila terbukti melakukan pelanggaran.

Adapun sanksinya paling singkat adalah pidana penjara 1 bulan dan paling lama 6 bulan atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta.

Selain itu, Bagja menilai apabila kasus ini berkembang dan terbukti sebagai pelanggaran pidana, sanksi yang lebih berat dapat dikenakan termasuk pencopotan jabatan kepala desa.

“Setelah itu juga bisa ditingkatkan, kalau sudah seperti ini kan, apakah jabatan kepala desanya bisa dicopot atau tidak tentu dari Kementerian Dalam Negeri yang akan menentukannya,” jelasnya.

Ia menyampaikan apabila yang dilanggar hanya terkait netralitas tanpa unsur pidana, sanksinya bukan dalam bentuk hukuman pidana.

Kategori :