Oleh: Sukarijanto*
PELANTIKAN presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2024 tinggal menghitung hari. Di tengah situasi perekonomian global yang masih dalam fase ketidakpastian, sejumlah ekonom dan pengamat masih memiliki optimisme akan terbukanya ruang bagi pemerintahan baru untuk mengoptimalkan parameter-parameter ekonomi yang masih berpihak pada optimalisasi akan potensi penerimaan negara.
Setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sejumlah asumsi dasar ekonomi makro RAPBN 2025 yang telah diketok.
BACA JUGA:Harapan dari Lampung untuk Prabowo-Gibran
Meliputi pertumbuhan ekonomi 5,1–5,5 persen year-on-year; inflasi 1,5–3,5 persen year-on-year; nilai tukar rupiah Rp 15.300–Rp 15.900 per dolar AS; tingkat suku bunga SBN 10 tahun sebesar 6,9–7,2 persen; tingkat pengangguran terbuka sebanyak 4,5–5 persen; tingkat kemiskinan 7–8 persen; kemiskinan ekstrem nol persen; Gini Rasio (indeks) 0,379–0,382; dan indeks modal manusia (indeks) 0,56.
Kemudian, indeks nilai tukar petani sebesar 115–120 dan indeks nilai tukar nelayan 105–108.
Angka-angka yang dipatok tersebut menyiratkan masih adanya optimisme tinggi pemerintah dalam menyongsong perekonomian tahun-tahun mendatang.
Terutama pada angka pertumbuhan ekonomi yang masih dalam bayang-bayang faktor geopolitik dan berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok, maka titik tengah dari rentang asumsi pertumbuhan ekonomi 2025, yaitu 5,1–5,5 persen (5,3 persen), dianggap masih cukup dinamis.
Di sisi lain, hasil survei kepercayaan konsumen Bank Indonesia pada Agustus 2024 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian dalam tren positif, yakni mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Hal itu tecermin dari indeks keyakinan konsumen (IKK) Agustus 2024 sebesar 124,4, lebih tinggi daripada 123,4 pada bulan sebelumnya. Meningkatnya keyakinan konsumen pada Agustus 2024 didukung indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) yang tetap optimistis dan indeks ekspektasi konsumen (IEK) yang menguat.
IKE yang tetap optimistis terutama didorong oleh indeks penghasilan saat ini. Sementara itu, IEK tercatat meningkat pada seluruh komponen pembentuknya, terutama pada indeks ekspektasi penghasilan.
Hal yang menggembirakan, tren positif juga diikuti di level global, yaitu dengan penguatan perekonomian domestik Amerika Serikat (AS) seiring dengan penurunan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) diperkirakan bakal memicu dampak positif dan negatif terhadap perekonomian nasional.
The Fed baru saja menurunkan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate sebesar 50 basis points (bps) dari 5,25–5,5 persen menjadi 4,75–5,0 persen. Itu merupakan penurunan suku bunga untuk kali pertama sejak Maret 2020.
Terdapat semacam dikotomis, yaitu relaksasi kebijakan The Fed yang terlalu cepat dapat menghambat perkembangan dalam pengendalian inflasi. Sebaliknya, keputusan pelonggaran kebijakan yang terlalu lambat dapat berdampak negatif pada perekonomian riil.
Dengan demikian, jika ekonomi tetap kuat dan inflasi tetap bertahan, The Fed dapat melonggarkan kebijakan moneter dengan kecepatan yang lebih lambat.