Daftar Penyakit yang Bisa Diobati dengan Stem Cell

Dalam simposium nasional bertajuk “Stem Cell dan Terapi Regeneratif: Harapan Baru untuk Kedokteran Regeneratif” yang diselenggarakan oleh Kalbe Regenic dan RSPAD Gatot Soebroto, para pakar menegaskan bahwa terapi ini bisa menjadi harapan baru-FOTO ISTIMEWA -
JAKARTA - Dunia medis tengah memasuki era baru lewat teknologi stem cell atau sel punca, yang kini menjadi sorotan sebagai solusi potensial bagi banyak penyakit degeneratif dan kronis.
Dalam simposium nasional bertajuk “Stem Cell dan Terapi Regeneratif: Harapan Baru untuk Kedokteran Regeneratif” yang diselenggarakan oleh Kalbe Regenic dan RSPAD Gatot Soebroto, para pakar menegaskan bahwa Terapi ini bisa menjadi harapan baru – asalkan dikembangkan secara ilmiah dan aman.
Stem cell adalah sel dalam tubuh manusia yang mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel baru, seperti sel saraf, tulang, hingga jaringan organ.
Terapi ini bekerja dengan cara merangsang proses penyembuhan alami, memperbaiki jaringan yang rusak, dan mengurangi peradangan kronis.
“Terapi stem cell menjanjikan harapan, tetapi juga menyimpan risiko besar jika tidak dikembangkan dan digunakan secara benar. Kita tidak boleh menggadaikan keselamatan pasien demi sensasi,” kata Prof. Dr. Taruna Ikrar, Kepala Badan POM.
Daftar Penyakit yang Bisa Diobati dengan Terapi Stem Cell
Simposium ini mengungkapkan sejumlah penyakit yang saat ini menjadi fokus terapi stem cell di Indonesia, antara lain:
Osteoartritis dan Cedera Tulang Belakang. “Stem cell dan secretome telah menunjukkan efektivitas pada kasus ortopedi, seperti osteoartritis hingga cedera tulang belakang,” kata dr. Sandy Qlintang, M.Biomed, Presiden Direktur Kalbe Regenic Stem Cell.
Penyakit Ginjal Kronik (CKD) dan Cedera Ginjal Akut (AKI). “Stem cell mesenkimal memiliki potensi besar untuk terapi penyakit ginjal kronik maupun akut karena sifat regeneratif dan anti-inflamasinya,” ujar Dr. dr. Jonny, Sp.PD-KGH., M.Kes., M.M., DCN., DABRM, RSPAD Gatot Soebroto.
Kerusakan Jaringan Muskuloskeletal (Tulang, Ligamen, Tendon, Sendi). “Penggunaan stem cell pada jaringan muskuloskeletal kini makin luas, tidak hanya mempercepat penyembuhan tapi juga memperbaiki fungsi jaringan secara signifikan,” tutur dr. Yanuarso, Sp.OT(K), M.H., DABRM, RSPAD.
Selain itu, terapi stem cell juga menunjukkan potensi untuk membantu pengobatan penyakit seperti, Penyakit jantung (pasca serangan jantung), Parkinson dan gangguan neurologis, Luka kronis dan luka bakar berat.
BPOM menegaskan bahwa semua terapi stem cell di Indonesia harus memenuhi standar ketat, mulai dari Uji pre-klinik dan klinik yang valid, Validasi mutu dan keamanan produk, Proses produksi dan distribusi yang diawasi langsung oleh BPOM.
“Kolaborasi ini adalah komitmen bersama untuk menghadirkan inovasi medis, namun tetap dengan pijakan ilmiah dan regulasi yang ketat,” kata dr. Sandy Qlintang, M.Biomed dari Kalbe Regenic.
Kolaborasi Kalbe dan RSPAD menjadi langkah awal membangun ekosistem terapi regeneratif yang berbasis riset ilmiah, aman secara klinis, dan sesuai etika kedokteran.
“Kami berharap kolaborasi ini akan memperkuat peran RSPAD dalam memberikan harapan baru bagi pasien dengan penyakit degeneratif,” tutur Dr. dr. Jonny, Direktur Pengembangan dan Riset RSPAD.
Sebelumnya, Terapi sel punca (stem cell) kini menjadi sorotan dunia medis sebagai pendekatan yang menjanjikan untuk mengatasi infeksi HIV.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa terapi ini dapat memberikan remisi jangka panjang, bahkan potensi penyembuhan, meskipun masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Dokter Spesialis Orthopedi dan Traumatologi Konsultan Tulang Belakang, Dr. dr. Rahyussalim Sp.OT (K) mengatakan bahwa presentase pasien HIV untuk sembuh dari paparan virus dengan menggunakan terapi stem cell di atas 85 persen untuk sembuh.
Tak hanya itu saja, dr. Rahyussalim mengatakan terapi stem cell juga bermanfaat untuk meregenerasi sel-sel tubuh yang rusak akibat paparan virus HIV seperti distorsi otot, sendi, tulang, hingga kulit.
“HIV persoalannya kan nanti ada distorsi otot, sendinya, tulangnya, kerusakan di kulit, dan sebagainya. Pasca HIV-nya, virusnya sudah mati, defek-defeknya ini kita bisa regenerate dengan stem cell,” ujarnya ditemui di RSUI, Depok, Jawa Barat, Selasa 29 Maret 2025.
“Inilah nanti peran regenerasinya, repairing-nya, rejuvenate-nya, kemudian repair-nya, itu bisa dikembalikan dengan pemberian stem cell. Kalau presentasinya menurut saya sih sangat ini ya, kita sangat optimis mungkin bisa di atas 80-85 persen,” sambungnya.
Lebih lanjut, Dr. dr. Rahyussalim Sp.OT (K) menyebut terapi Stem Cell diberikan kepada penderita HIV tergantung pada kondisi kerusakan yang terjadi di dalam tubuh.
Jika kerusakan lebih banyak terjadi, maka terapi stem cell akan diberikan secara bertahap. Namun, apabila kerusakan hanya sebagian kecil, maka pemberian terapi stem cell hanya satu kali saja.
“Ya mungkin nggak spesifik hanya kepada HIV-nya ya, mungkin ada dampaknya itu ya, tergantung tentunya dengan kerusakannya. Kalau rusaknya berat tentu dia akan diberikan berkali-kali, kalau rusaknya ringan ya cukup dengan satu kali,” ujarnya.
“Tentu secara detail nanti akan ada penelitian-penelitian yang akan dikerjakan ya untuk memetakan ini ya, saya rasa ini akan menjadi tantangan bagi RSUI dan para peneliti di FKUI RSUI ya, untuk kemudian bisa memastikan dan menjawab pertanyaan tadi,” pungkasnya. (disway/c1/yud)