Waspada Politik Kartel

Jumat 10 May 2024 - 21:00 WIB
Reporter : Abdul Karim
Editor : Abdul Karim

 

Kuatkan Oposisi

Secara cerdik, Presiden Jokowi mampu mengonsolidasikan semua elemen dan tokoh penting bangsa Indonesia sehingga pada akhirnya dia menikmati approval rate tertinggi di dunia. Secara gamblang, Mietzner (2023) mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi tidak hanya berfokus pada koalisi formal dengan partai politik di parlemen, tapi juga menjalin koalisi informal dengan aktor lain, seperti pimpinan lembaga negara, pemerintahan daerah, desa, dan tokoh-tokoh masyarakat. 

Bentuk praktisnya bisa melalui power sharing atau pemberian keleluasaan legitimasi sehingga terjadi konsolidasi akbar dengan Presiden Jokowi sebagai pusat magnetnya. Maka tidak heran jika secara kalkulasi politik, partai politik akan mendapatkan keuntungan besar kalau berada di gerbong Presiden Jokowi.

Akibatnya, oposisi bukanlah pilihan terbaik bagi mayoritas partai politik. Oposisi menjadi sebuah konsekuensi politik daripada sekadar pilihan politik. Dan Slater (2024) dalam analisisnya mengungkapkan bahwa secara umum oposisi selalu dianggap sebagai ancaman. Hal itulah yang mengakibatkan jika ditarik sedikit ke belakang, kemunduran demokrasi di era Presiden Jokowi salah satunya disebabkan tindakan rezim untuk ’’menyingkirkan’’ ancaman tersebut. Padahal saat ini kita tidak sedang berada di era otoriter.

Jauh mundur ke belakang lagi, John Stuart Mill (1859) mengingatkan tantangan implementasi demokrasi, yakni adanya hegemoni mayoritas dan penindasan akan minoritas atas dasar suara terbanyak. Meminjam logika yang sama, oposisi saat ini kecenderungannya menjadi minoritas. Namun tidak berarti mereka adalah musuh/threat yang harus diberantas. Oposisi penting sebagai instrumen dalam menjaga ’’kewarasan’’ sistem politik bernegara kita. Maka, menjadi oposisi juga merupakan sebuah kehormatan. (*)

 

Kategori :