BANDARLAMPUNG- Muhammad Belly Saputra kurir narkoba jaringan gembong narkoba internasional Fredy Pratama dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum Kejati Lampung.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis 18 April 2024 ia dituntut oleh jaksa hukuman mati karena dinilai terbukti menjadi kurir sabu seberat 125 kg selama satu tahun saat ia bekerja untuk Fredy Pratama.
Dalam tuntutannya jaksa Eka Aftarini menyatakan terdakwa Muhammad Belly dinyatakan telah terbukti bersalah melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) juntco Pasal 132 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
BACA JUGA:Jalani Sidang Perdana, Jaksa Ungkap Peran Terdakwa Rekrut 12 Kurir Sabu Jaringan Fredy Pratama
"Meminta kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menjatuhkan hukuman pidana mati terhadap terdakwa Muhammad Belly Saputra," kata jaksa Eka Aftarini saat membacakan tuntutannya.
Setelah mendengar isi tuntutan yang dibacakan oleh jaksa, Terdakwa Muhammad Belly melalui pengacaranya Tarmizi mengatakan pihaknya akan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi secara terulis.
Tarmizi mengatakan kliennya terpaksa menjadi kurir sabu karena desakan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
BACA JUGA:Penutupan Arus Balik, Basarnas Patroli di sekitar Perairan Teluk Lampung
Sebab, gaji sebagai penjual sate sebelum Belly menjadi kurir sabu tidak mencukupinya.
"Kami akan sampaikan pembelaan itu kepada majelis hakim," kata Tarmizi.
Persidangan akan kembali digelar dengan agenda pembacaan pembelaan oleh Terdakwa Muhammad Belly Saputra pada Kamis 25 April 2024 mendatang.
Diketahui sebelumnya Muhammad Belly Saputra merupakan kurir narkoba jaringan Internasional Fredy Pratama (DPO), JPU Eka Aptarini dalam dakwaannya mengatakan, terdakwa terbukti bersalah telah melakukan permufakatan jahat.
BACA JUGA:7 Kali Lakukan Aksi Curanmor di Dalam dan Luar Bandar Lampung, Polisi Amankan Pelaku
"Dimana sekira Maret 2019 hingga 2020 terdakwa telah malakukan permufakatan jahat dengan menjadi kurir narkoba seberat 125 Kilogram", kata Eka Aptarini dalam dakwaannya Selasa 20 Februari lalu.
Eka menjelaskan perbuatan terdakwa bermula pada Maret 2019, dimana terdakwa yang merupakan pegawai warung sate di daerah Betung Palembang, ditawari pekerjaan di tower Palembang oleh Iko Agus Priyono (DPO) dengan gaji Rp 7 Juta.