Yang juga tidak kalah penting, kata Yusuf, adalah memastikan agen-agen penjual itu tersebar di dekat atau di tempat calon penerima bantuan berada.
Harapannya, calon penerima bantuan subsidi bisa mengakses bantuan tersebut dengan mudah. ”Jangan sampai kemudian agen yang ditunjuk itu terbatas dan akhirnya mengurangi minat calon penerima bantuan subsidi LPG ini untuk menggunakan bantuan yang mereka dapatkan,” kata dia.
Sementara itu, Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji memastikan bahwa hingga saat ini belum ada wacana menaikkan harga LPG melon.
Meski, diakui konsumsi tabung LPG 3 kg melonjak hingga mencapai 8,07 juta ton atau melampaui kuota yang ditetapkan sebesar 8 juta ton selama 2023. ”Saat ini kita tidak ada wacana meningkatkan harga LPG PSO maupun non-PSO. Memang ini perlu dikaji lebih dalam terhadap peningkatan (konsumsi) itu,” ujar Tutuka.
Dia menambahkan, selagi pendataan KTP berjalan, masyarakat masih dipersilakan untuk mendaftar.
”Jadi, saat ini yang bisa membeli LPG 3 kg yang sudah mendaftar saja. Bagi yang belum mendaftar, masih kita perbolehkan, namun menyertakan KTP dan KK untuk mendaftar ke pangkalan,” jelas dia.
Tutuka menjelaskan, kebijakan itu diambil pemerintah karena setiap tahun penjualan LPG subsidi semakin naik. Bahkan mencapai 8 juta ton. Padahal, jumlah rakyat miskin justru berkurang.
”Ini yang membuat kami berpikir keras kenapa ini terjadi. Kita juga tidak mau sampai ada oplosan di lapangan. Untuk itu, konsekuensinya kami harus lakukan transformasi subsidi ini,” paparnya.
Sementara itu, aturan pembelian LPG melon dengan NIK atau KTP memunculkan kekhawatiran. Salah satunya, identitas kependudukan tersebut disalahgunakan. ”Mereka (masyarakat) khawatir saja, yang untuk pinjol lah atau lainnya itu,” kata Sugik, kepala operasional agen LPG 3 kilogram di Manyar Sabrangan, Surabaya, kemarin (4/1).
Menurut dia, kondisi itu hanya terjadi pada warga yang baru membeli langsung ke agen. Atau, yang belum terdaftar dalam aplikasi.
”Kalau warga sekitar sudah paham, toh setor KTP hanya mencocokkan pada aplikasi saja,” ungkapnya. Kondisi tersebut, lanjut dia, hanya kendala komunikasi dan informasi.
Sugik mengungkapkan, sosialisasi berjalan sejak Oktober lalu dengan target 30 persen pembeli sudah terdaftar ke aplikasi.
Lalu, sosialisasi pada November ditarget 60 persen pembeli terekam dalam aplikasi. Pada Desember, targetnya 100 persen pembeli sudah terekam dalam aplikasi. ”Tapi, itu teorinya. Faktanya susah. Di Januari ini, misal dari 100 pembeli, hanya 15 yang mau setor KTP,” paparnya.
Dia menjelaskan, prosedur pembelian cukup mudah. Bagi yang belum terekam dalam aplikasi, warga cukup menyerahkan NIK dengan bukti KK untuk didaftarkan langsung.
Setelah terdaftar, warga yang membeli untuk kali kedua cukup memperlihatkan NIK guna mencocokkan daftar pembeli.
Kondisi yang hampir sama terjadi di sejumlah agen di Surabaya Utara. Salah satunya di Krembangan. ”Di awal ya banyak pembeli yang kaget,” ujar Munawar, pegawai agen LPG.