Melalui Bab IV Pergub 36/2025, Pemprov Lampung menegaskan komitmennya untuk mendorong pengembangan industri olahan berbasis ubi kayu.
Upaya ini ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing produk daerah, dan memperluas lapangan kerja di sektor pertanian serta industri pengolahan.
Ruang lingkup hilirisasi meliputi industri primer (tapioka, gaplek, tepung mocaf), industri sekunder (bioetanol, pakan ternak, produk pangan olahan), hingga industri terintegrasi yang menghubungkan petani, pengumpul, dan pelaku industri pengolahan.
Pemerintah daerah juga akan memfasilitasi kawasan industri berbasis komoditas ubi kayu yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta membuka peluang investasi melalui skema Public Private Partnership (PPP).
Pergub ini juga menekankan pentingnya penerapan teknologi dan inovasi dalam kegiatan hilirisasi. Pemprov mendorong kerja sama dengan perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan pelaku industri melalui pembentukan pusat inovasi dan teknologi (innovation hub) serta proyek percontohan (pilot project) pengolahan ubi kayu.
Langkah ini diharapkan memperkuat transfer teknologi, efisiensi produksi, serta mendorong diversifikasi produk olahan ubi kayu yang berdaya saing tinggi.
Untuk memastikan implementasi Pergub berjalan efektif, dibentuk Tim Pemantauan Harga Acuan Pembelian Ubi Kayu yang terdiri atas unsur pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan instansi terkait.
Tim ini bertugas menyusun laporan triwulanan kepada gubernur, memberikan rekomendasi kebijakan penyesuaian harga, dan melakukan koordinasi dengan TNI, Polri, Kejaksaan Tinggi, serta Pengadilan Tinggi guna memperkuat pengawasan dan penegakan hukum.
Sementara, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk tegas menegakkan sanksi terhadap perusahaan yang melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 36 Tahun 2025 tentang Tata Kelola dan Hilirisasi Ubi Kayu.
Pergub yang ditetapkan pada 31 Oktober 2025 itu menjadi payung hukum penting dalam tata niaga singkong di Lampung. Regulasi ini memperkuat dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan, pembinaan, serta menjatuhkan sanksi administratif terhadap perusahaan yang tidak patuh.
Anggota Komisi II DPRD Lampung sekaligus Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong, Mikdar Ilyas, menyambut baik terbitnya aturan tersebut. Ia menuturkan, proses penyusunan Pergub ini memakan waktu panjang hingga sebelas bulan sebelum akhirnya disahkan.
“Kami bersyukur akhirnya Pergub ini keluar. Ini sudah lama kami nantikan karena dulu sempat menjadi ranah pusat. Berkat dorongan bersama, akhirnya bisa kembali ke daerah dan ditandatangani gubernur,” ujar Mikdar, didampingi Morisman, di ruang Komisi II DPRD Lampung, Senin (3/11/2025).
Menurutnya, dengan adanya Pergub ini, pemerintah daerah kini memiliki dasar kuat untuk memberi arahan dan tindakan tegas kepada perusahaan yang melanggar ketentuan tata kelola maupun hilirisasi ubi kayu.
“Sanksinya bersifat administratif, bukan pidana. Tapi kalau perusahaan sudah berkali-kali diingatkan dan tetap tidak patuh, bisa sampai pada penutupan kegiatan. Ini sudah jelas diatur dalam Pergub,” tegasnya.
Mikdar juga menekankan, DPRD Lampung akan terus mendorong Pemprov untuk tidak ragu menjatuhkan sanksi maksimal, mulai dari penghentian sementara kegiatan, penutupan lokasi, hingga pencabutan izin operasional bagi pelanggaran berat.
“Ketegasan penting agar Pergub ini tidak berhenti di atas kertas. Kalau pengusaha melanggar terus, jangan ragu, tutup saja. Karena kalau tidak tegas, petani yang akan dirugikan,” tambahnya.