JAKARTA - Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berakhir ricuh setelah Muhammad Mardiono terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum periode 2025–2030. Kubu yang mendukung Agus Suparmanto menolak hasil tersebut dan menilai proses pemilihan tidak sesuai mekanisme organisasi.
Ketegangan akhirnya mereda setelah Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menerbitkan surat keputusan (SK) kepengurusan baru DPP PPP periode 2025-2030 yang menetapkan Mardiono sebagai ketua umum dan Suparmanto sebagai wakil ketua umum. Langkah pemerintah tersebut dinilai sejumlah pihak berperan besar dalam menengahi konflik internal partai berlambang Ka'bah itu.
“Kami sangat mengapresiasi bahwa pemerintah telah menjadi instrumen yang efektif dalam meredakan ketegangan antara dua kubu,” ujar Ketua DPP PPP 2020-2025, Dahlia Umar kepada Beritasatu.com, Selasa (7/10/2025).
Dahlia menilai, dinamika yang terjadi merupakan bagian dari semangat kader dalam berkompetisi. Namun, ia tetap memuji langkah cepat Menkumham dalam mengeluarkan SK kepengurusan sebagai solusi transisi.
“Pak Menteri menyatakan bahwa dalam kepengurusan ini ada enam orang pimpinan yang berkewajiban menindaklanjuti proses transisi. Jadi, ini adalah SK untuk masa transisi,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPW PPP Jakarta, Syaiful Rahmat Dasuki, bersama pakar hukum tata negara Andi Arsun menilai, perbedaan di tubuh PPP harus segera diselesaikan secara internal tanpa bergantung pada intervensi pemerintah.
Menurut Andi, persoalan di PPP kerap kali muncul karena dominasi kepentingan elite yang tidak mempertimbangkan aspirasi konstituen.
“Rujukan dalam pengambilan kebijakan partai sering kali hanya didasarkan pada kepentingan elit, bukan pada suara kader dan umat,” tegasnya.
Ia juga menilai dinamika di muktamar menunjukkan kurangnya kedewasaan politik di kalangan kader PPP.
“Ketika pemimpin partai berbicara di forum, tetapi disambut dengan teriakan, itu tidak mencerminkan sikap dewasa, apalagi nilai-nilai Islami yang menjadi identitas PPP,” tambah Andi.
Para kader dan pengamat berharap PPP segera memperkuat konsolidasi internal, mengakhiri fragmentasi kelompok, dan kembali fokus memperjuangkan aspirasi umat. Persatuan dinilai penting agar partai Islam tertua di Indonesia itu kembali memiliki posisi strategis di parlemen pada pemilu mendatang. (beritasatu/c1/yud)