Selain itu, sebanyak 71,3% remaja membeli rokok secara batangan, dan 60,6% tidak pernah dicegah saat membeli rokok.
Kondisi ini menunjukkan betapa mudahnya akses anak terhadap produk tembakau. Rata-rata konsumsi rokok anak remaja bahkan mencapai 8–9 batang per hari.
Menurut Nadia, paparan asap rokok di lingkungan tertutup juga sangat tinggi. “Dari data-data SKI, kita tahu bahwa 70 persen anak dan remaja terpapar asap rokok di ruangan tertutup. Kita bisa lihat sendiri betapa lemahnya pengawasan dan kurangnya kesadaran lingkungan sekitar," ucapnya.
Peningkatan penggunaan rokok elektronik (vape) juga turut menjadi perhatian. Berdasarkan data Riskesdas 2018 dan SKI 2023, penggunaannya meningkat dua kali lipat.
“Memang rokok elektronik tidak dibakar, jadi tidak mengandung tar. Tapi, sebagian besar masih mengandung nikotin. Kita tahu, sebagian perokok justru beralih ke rokok elektronik yang mengandung nikotin karena dianggap rasanya lebih enak,” jelas Nadia.
Nadia menegaskan bahwa semua pihak, termasuk pemerintah daerah, sekolah, dan keluarga, perlu bekerja sama untuk menyelamatkan generasi muda dari bahaya rokok.
“Apa yang kita kerja samakan sebetulnya adalah dalam rangka upaya untuk melindungi anak-anak kita. Kita tidak bisa biarkan mereka terus terpapar tanpa perlindungan yang memadai,” tutup Nadia.