JAKARTA, RADAR LAMPUNG – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, menanggapi wacana pengubahan status lembaganya menjadi ad hoc. Bagja menegaskan bahwa ia tidak setuju dengan ide tersebut karena dapat mempengaruhi kinerja lembaga yang bertanggung jawab dalam pengawasan pemilu ini.
Menurut Bagja, pengubahan status Bawaslu menjadi ad hoc justru akan menciptakan masalah baru dalam penyelenggaraan pemilu. Bagja berpendapat, tata kelola pemilu di Indonesia akan semakin baik jika status kelembagaan Bawaslu tetap permanen.
"Kami kira dengan keajegan ini, dengan permanennya penyelenggara pemilu, maka bagi kami, electoral justice system atau sistem peradilan pemilu akan lebih baik, dan tata kelola pemilu juga akan semakin baik dengan keajegan ini," ungkap Rahmat Bagja dalam keterangannya pada Senin (23/12).
Ia menambahkan bahwa pengubahan status menjadi lembaga ad hoc justru akan menciptakan masalah baru terkait politik uang dan pelatihan bagi petugas, termasuk permasalahan yang dihadapi teman-teman KPU di tingkat kabupaten/kota yang memiliki sekretariat masing-masing.
BACA JUGA:Ketua Komisi II DPR RI Inginkan KPU dan Bawaslu Tetap Jadi Lembaga Permanen, Bukan Ad Hoc
Selain itu, dengan status permanen, Bawaslu dapat menerapkan prinsip meritokrasi yang berkelanjutan dan berjenjang bagi anggotanya. Bagja mencontohkan, pengawas pemilu yang berkarier dari tingkat bawah seperti Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) dapat naik menjadi anggota Bawaslu pusat.
"Orang-orang yang berkarier dari bawah, dari Panwascam, kemudian masuk ke Bawaslu di kabupaten dan selanjutnya ke tingkat pusat, itulah yang menjadi salah satu keunikan dari penyelenggaraan pemilu di Indonesia," tambah Bagja.
Sebelumnya, Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, juga telah menegaskan urgensi eksistensi lembaga Bawaslu. Lolly, saat membuka Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu di Badung, Bali, pada Sabtu (21/12), menyatakan bahwa Bawaslu bertanggung jawab dalam membangun kesadaran politik yang memerlukan proses panjang.
"Orang sering lupa, beras pun tidak langsung ada, harus melalui proses panjang, dari tanah yang disiapkan hingga ditanam dan dirawat," kata Lolly. Menurutnya, masa non-tahapan pemilu dan pilkada adalah waktu yang penting bagi Bawaslu untuk menanamkan kesadaran kepemiluan.
Lolly juga menanggapi kritik yang mengatakan Bawaslu tidak bekerja selama masa non-tahapan pemilu. "Kami harus menjawab dengan membuat program-program pada 2025 yang bisa menunjukkan bahwa Bawaslu memang bekerja," jelas Lolly. (ant/jpnn/abd)