Menurutnya, pilkada secara langsung pertama sekali dilaksanakan pada 2005 dan tentunya ini salah satu cikal bakal terpilihnya kepala daerah pilihan masyarakat. ’’Memang kalau saya amati maka ada plus dan minus pemilihan secara langsung oleh masyarakat. Kelebihan pemilihan langsung memberikan mandat yang kuat kepada kepala daerah karena dipilih langsung oleh rakyat, sehingga mereka lebih merasa bertanggung jawab terhadap aspirasi masyarakat," tambahnya.
Hal ini sangat memberikan edukasi kepada masyarakat karena pemilihan langsung memungkinkan masyarakat berperan aktif dalam menentukan pemimpin mereka, memperkuat demokrasi di tingkat lokal.
"Masyarakat juga dapat mendorong transparansi pemilihan melalui mekanisme yang bisa dipelajari dan menjadi dasar yang dapat diketahui oleh masyarakat secara umum sehingga terpilihnya sesuai dengan suara terbanyak," ucapnya.
Selain itu, menurutnya, ada kekurangan yang sangat krusial terkait pelaksanaan secara langsung ini. Di antaranya dapat berupa biaya yang tinggi, pemilihan langsung membutuhkan anggaran besar, baik untuk penyelenggaraan maupun kampanye, yang bisa membebani APBD.
"Lalu, Terjadinya potensi politik uang tentu saja masih menghantui pemilihan secara langsung. Sering kali rawan praktik politik uang, di mana calon berusaha "membeli" suara rakyat," tegasnya.
Polarisasi masyarakat juga menjadi bagian yang tidak bisa dihindari. Pemilihan langsung dapat memicu konflik sosial, terutama jika muncul gesekan antara pendukung kandidat yang berbeda.
Candrawansah menyebut, Terkait dengan adanya keinginan untuk kembali ke masa awal kepala daerah dipilih oleh DPRD, bukanlah solusi terbaik dalam sebuah berdemokrasi agar memang masyarakat bisa terlibat langsung untuk memilih kepala daerah mereka.
Tinggal perbaikan dalam pemilihan secara langsung saja, dengan adanya filter yang ketat dari partai politik untuk calon kepala daerah, persiapan yang matang calon untuk menjadi kepala daerah agar tidak KKN dan tentunya regulasi yang baik untuk perbaikan pemilihan, agar kualitas demokrasi ke substantif bukan hanya prosedural saja.
Meskipun wacana ini masih dalam tahap pembahasan dan belum ada keputusan yang diambil, pemerintah dan partai politik sedang melakukan kajian untuk memastikan opsi terbaik dalam pelaksanaan pilkada ke depan.
"Sekali lagi ini belum diputuskan. Kita tunggu kajian, saya rasa partai-partai politik semua akan melakukan kajian hal yang sama, pemerintah juga akan melakukan kajian yang sama," tambahnya.
Dengan berbagai pandangan yang muncul, diharapkan diskusi ini dapat menghasilkan keputusan yang terbaik untuk memperbaiki pelaksanaan demokrasi di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung.
Terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Muhammad Afifuddin buka suara soal usulan Presiden Prabowo yang mengusulkan agar pemilihan gubernur di daerah bisa dipilih melalui DPRD.
Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari dinamika pasca pemilu. "Diskusi atau diskursus seputar idealitas Pilkada, usulan di (dipilih) DPRD dan seterusnya sebagaimana juga diskursus seputar refleksi atas partisipasi yang memang turun meskipun masih dalam 70 persen Ini kan dinamika pasca Pilkada," kata Afifuddin dalam konferensi pers di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 13 Desember 2024.
Afif menilai wacana pemilihan kepala daerah di DPRD bukan suatu hal yang baru. Menurutnya, banyak wacana evaluasi pilkada yang telah mencuat.
"Diskusi soal misalnya kepala daerah dipilih DPRD kan juga bukan tidak pernah, kita pernah mengalami sama seperti kita menjelang 2024, kita berdiskusi sekitar apakah kita kembali menganut sistem proporsional dengan daftar nama terbuka tertutup," katanya.
"Tetapi pada saat tertentu dan pada saat akhir kita harus menjalankan apa yang menjadi amanat undang-undang," sambungnya.