Kada Perlu Buka Ruang Kritik terhadap Persoalan Publik

Akademisi Universitas Lampung (Unila) Vincensius Soma Ferrer, S.A.N., M.Si.-FOTO DOK. -
BANDARLAMPUNG - Kinerja kepala daerah (Kada) baru di Provinsi Lampung mendapat sorotan masyarakat pada semester pertama 2025 ini.
Survei terbaru Litbang Radar Lampung Media Group (RLMG) menunjukkan Bandarlampung, Tanggamus, dan Lampung Selatan (Lamsel) menduduki tiga besar tingkat kepuasan tertinggi atau grade A dari 14 kabupaten/kota (minus Kabupaten Pesawaran karena Kada baru terpilihnya belum dilantik).
Kemudian delapan daerah masuk kategori sedang atau grade B, yaitu Kota Metro, Tulangbawang, Lampung Timur, Pringsewu, Lampung Tengah, Lampung Barat, Pesisir Barat, dan Tulangbawang Barat.
Sisanya, tiga kabupaten masuk kategori rendah atau grade C dengan tingkat kepuasan di bawah 70 persen, yaitu Kabupaten Mesuji, Waykanan, dan Lampung Utara.
BACA JUGA: Ratusan Ribu Penerima Bansos Terlibat Judol
Menanggapi hasil survei Litbang RLMG ini, akademisi Universitas Lampung (Unila) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Vincensius Soma Ferrer, S.A.N., M.Si. mengatakan secara sederhana, Kada memegang peran penting sebagai motor penggerak adaptasi pemerintah daerah agar tetap relevan dan responsif terhadap kebutuhan publik.
Dijelaskan Soma, tingkat kepuasan maupun ketidakpuasan masyarakat terhadap kepala daerah dapat diukur dengan parameter tersebut sebagai tolok ukur efektivitas kebijakan.
Namun yang perlu menjadi catatan kritis dan diperhatikan, lanjut Soma, Kada yang terjebak pada euforia kepuasan, tanpa membuka ruang kritik, berisiko kehilangan sensitivitas terhadap persoalan-persoalan publik yang justru tengah berkembang di masyarakat.
’’Kepala daerah perlu membuka ruang kritik sebagai bahan evaluasi dalam pemerintahannya. Jangan menjadi kepala daerah yang menutup diri akan sumbangan saran atau antikritik," ujar Soma kepada Radar Lampung, Senin (7/7).
Lanjut Soma, dalam kerangka keilmuan, kepuasan yang terlalu tinggi kerap memunculkan zona nyaman kebijakan (policy comfort zone). Kondisi ini muncul ketika pemerintah daerah menganggap segala sesuatunya telah berjalan baik, padahal masih terdapat masalah-masalah struktural yang luput dari perhatian.
Seperti penilaian kepuasan masyarakat yang dilakukan oleh Litbang RLMG, ada daerah yang tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan poin-poin penilaian seperti bidang infrastruktur dan kesehatan.
’’Situasi ini sangat berisiko melemahkan kemampuan untuk menangkap tanda-tanda perubahan sosial yang memerlukan respons cepat dan tepat," ucapnya.
Di sisi lain, ketidakpuasan Kada terhadap kinerja birokrasi justru bisa menjadi indikasi adanya kesadaran kritis terhadap kelemahan sistem pemerintahan daerah.
’’Dari dua fenomena tersebut, kepala daerah yang visioner harus mampu menyeimbangkan antara kepuasan dan ketidakpuasan melalui pendekatan yang reflektif," terangnya.