Fenomena Aphelion Dikabarkan Melanda Bumi

CUACA: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap anomali fenomena udara dingin di masyarakat akhir-akhir ini.-FOTO DISWAY -
BANDARLAMPUNG - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Lampung menjelaskan bahwa fenomena Aphelion dan Perihelion tidak memiliki dampak signifikan terhadap kondisi cuaca di bumi.
Ya, belum lama ini tersebar broadcast terkait fenomena tersebut, yang isinya akan berdampak pada cuaca dan bakal menyebabkan berbagai penyakit.
Menurut Kasi Data dan Informasi BMKG Lampung Rudy Haryanto, Aphelion dan Perihelion merupakan peristiwa astronomi yang siklusional, yang berarti fenomena yang berulang karena bentuk orbit bumi terhadap matahari yang tidak bulat penuh.
BACA JUGA:Kada Perlu Buka Ruang Kritik terhadap Persoalan Publik
Rudy menjelaskan bahwa pada Juli dan Agustus, wilayah Indonesia umumnya sedang atau memasuki musim kemarau.
’’Pada musim kemarau, kondisi tutupan awan minim sehingga pelepasan gelombang panjang sinar matahari atau OLR (outgoing longwave radiation) pada malam hari terjadi lebih optimal," katanya, Senin (7/7).
Hal ini menyebabkan penurunan suhu di musim kemarau pada malam hari lebih cepat dibandingkan penurunan suhu malam hari saat musim hujan.
’’Jadi penurunan suhu bukan karena pengaruh fenomena Aphelion ataupun Perihelion, melainkan karena fenomena yang umum terjadi setiap harinya bergantung pada musim apa yang sedang terjadi," kata Rudy.
Dia berharap masyarakat tidak salah kaprah tentang pengaruh Aphelion dan Perihelion terhadap cuaca di Bumi. Dengan pemahaman yang benar, masyarakat dapat lebih siap menghadapi perubahan cuaca dan musim yang terjadi.
Terpisah, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengungkapkan bahwa anomali fenomena udara dingin di masyarakat akhir-akhir ini karena udara kering dari Australia yang membuat udara saat malam hari lebih dingin dan lebih terasa oleh masyarakat di wilayah selatan garis Khatulistiwa.
"Kalau mengenai hawa dingin yang sekarang itu sebenarnya akan lebih didominasi oleh kejadian yang di selatan Khatulistiwa, khususnya saudara-saudara kita yang di pulau Jawa, Jawa Tengah, Jawa Timur, itu karena udara kering yang dari Australia itu, monsun Australia-nya sifatnya lebih kering," ujar Ardhasena dalam konferensi pers secara daring pada Senin, 7 Juli 2025.
Adapun terkait fenomena Aphelion, yang merupakan momen ketika Bumi 'berjauhan' sejenak dari pusat tata surya.
Meskipun timingnya yang kebetulan sama, Ardhasena menjelaskan bahwa udara dingin ini tidak berkaitan dengan fenomena Aphelion.
"Jika memang dia yang menyebabkan suhu dingin, kan mestinya terjadi di seluruh wilayah bumi, tetapi kan tidak demikian," jelasnya.