Kalau itu pasti. Semua orang berhak mengajukan gugatan. Tapi kan juga mesti lihat ketentuan dan urgensinya.
Kalau gugatan itu hanya akan membuat sibuk kita, membuang energi, biaya, bahkan membebani uang rakyat untuk apa.
Kami rakyat biasa juga dirugikan. Karena negara (daerah dan pusat) akan menyisihkan dana yang tidak sedikit untuk ini.
Info yang saya dapat ada 170 gugatan ke MK pada pilkada tahun ini. Anda bisa hitung berapa besarnya dana negara terkuras untuk mengurusi soal ini.
Apalagi tujuannya hanya untuk bargaining. Mengharap ada tawaran dari kepala daerah terpilih untuk mencabut gugatan.
Tetapi sudahlah. Kan gugatan sudah didaftarkan. Kita tunggu saja hasilnya.
Saya punya usulan soal prosedur gugatan ke MK. Pemohon harus membayar uang pendaftaran yang besarnya ditentukan. Misalnya Rp250 juta.
Jika permohonan ditolak, maka uang itu hilang dan menjadi pendapatan negara.
Namun jika permohonan dikabulkan, maka uang pendaftaran itu dikembalikan ke pemohon.
Jadi jangan sampai seperti iklan Minyak Cap Lang dengan bintang Komeng yang terkenal itu. ’’Untuk anak kok coba-coba’’
Ngeri tidak. Ada 170 permohonan yang masuk ke MK dari 545 pilkada se-Indonesia. Berarti 31 persen pilkada tahun ini digugat ke MK.
Kebayang enggak pusingnya MK harus menangani perkara ini yang masuk bersamaan.
Andaikan 1 perkara bisa ditangani dalam 1 hari, maka membutuhkan waktu 170 hari. Hampir 5 bulan.
Jadi enggak mungkin selama itu. Karena itu, MK akan menggunakan filter yang ketat.
Jadi hanya akan menangani perkara yang memenuhi ambang batas. Atau alasan yang sangat spesifik.
Artinya begitu banyak permohonan yang tidak akan diproses. Termasuk 5 permohonan pada pilkada Lampung. (*)