Ia menjelaskan sidang perkara Qomaru dilaksanakan seperti persidangan pada umumnya. Dalam agenda sidang pertama, akan dibacakan dakwaan oleh jaksa penuntut umum.
Kemudian jika ada keberatan dari terdakwa terhadap dakwaan yang dibacakan oleh JPU, akan diberikan kesempatan kepada terdakwa dan kuasa hukumnya. Jika tidak ada keberatan, langsung ke pembuktian.
’’Jika tidak ada keberatan, akan dilanjutkan pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh JPU untuk membuktikan dakwaannya ini," pungkasnya.
Perlu diketahui, pada Pasal 71 ayat 3 berbunyi: Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Kemudian pada ayat 5-nya disebutkan, dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Pada Pasal 188 undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang berbunyi, Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Setelah dibacakan dakwaan oleh JPU terkait dugaan pelanggaran Pilkada, penasehat hukum Qomaru Zaman, Hadri Abunawar menerima dakwaan tersebut dan tidak mengajukan eksepsi. "Penasihat Hukum tidak mengajukan eksepsi. Sebab telah memenuhi persyaratan," ujarnya.
Sidang pertama perkara dugaan tindak pidana pelanggaran kampanye dilanjutkan dengan menghadirkan saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang pertama ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 9 orang saksi. Mulai dari Sekretaris Daerah (Sekda) Metro, Kepala Dinas Sosial Kota Metro, Bawaslu Metro, dan pemilik akun tiktok yang memposting video Qomaru Zaman di acara Dinas Sosial tersebut, serta 5 orang saksi lainnya.
Tim penasehat hukum Qomaru Zaman Hadri Abunawar mengatakan, agenda persidangan perdana terkait dengan dakwaan JPU terhadap kliennya, Qomaru Zaman, yang notabene wakil Wali Kota Metro. Di mana, JPU telah menghadirkan saksi-saksi. Diantaranya komisioner Bawaslu Kota Metro, Hendro Edi Saputro, dan Sekda Kota Metro, Bangkit Haryo Utomo.
Selanjutnya, dari saksi Sekretaris Daerah Kota Metro, Bangkit Haryo Utomo mengatakan, kegiatan dalam video yang beredar tersebut merupakan kegiatan Dinas sosial yang setiap tahunnya memang dianggarkan pemerintah daerah dalam hal kaitannya dengan sosialisasi.
"Hanya sebatas sosialisasi, sedangkan bantuan sosial adalah bantuan dari Kemensos RI bukan kegiatan atau program pemerintah Kota Metro. Sosialisasi sudah dianggarkan. Dan itu kegiatan resmi," jelasnya.
Menurutnya, kehadiran Qomaru atau wakil Wali Kota adalah kehadiran wajib bagi setiap pejabat, apabila walikota tidak ada. Secara etika birokrasi akan diwakili oleh wakil, jika wakil tidak ada, maka diwakili sekda. Jika Sekda tidak bisa baru jajaran bawahannya. Itulah hasil pemeriksaan hari ini," tukasnya.
Saat disinggung mengenai saksi yang akan diajukan oleh pihak Qomaru Zaman, Hadri memastikan akan menghadirkan saksi.
’’Jadi kami tetap (ajukan saksi). Itu adalah hak hukum dari klien, tentunya karena ini ada saksi atau alat bukti yang memberatkan beliau. Nah, beliau juga berhak mengajukan alat bukti yang menguntungkan beliau. Baik saksi, surat, maupun ahli. Kita memang belum programkan, tetapi pasti ada," pungkasnya. (rur/c1/yud)