Dugaan Kredit Fiktif Warga Gunung Sari, Kejari Telah Lakukan Telaah

Jumat 09 Aug 2024 - 20:49 WIB
Reporter : Leo Dampiari
Editor : Agung Budiarto

BANDARLAMPUNG - Warga Gunungsari menjadi korban dugaan kredit fiktif. Beberapa waktu lalu, mereka telah melengkapi dokumen pengaduan tertulis yang disampaikan ke Kejaksaan Negeri Bandarlampung. 

Para korban mendesak agar penegak hukum segera menindaklanjuti dan memproses kasus tersebut.

Pada Kamis, 1 Agustus 2024, LBH Bandarlampung mendampingi perwakilan ibu-ibu korban dugaan kredit fiktif di Kelurahan Gunungsari dalam mengajukan pengaduan tertulis kepada Kejari Bandarlampung. 

Pengaduan ini merupakan tindak lanjut dari laporan sebelumnya yang telah disampaikan pada 18 Juli 2024.

BACA JUGA:Realisasi PAD Pemkot Bandarlampung Tembus Rp310 Miliar hingga Agustus 2024

LBH Bandar Lampung sebagai kuasa hukum korban telah melengkapi kronologi dan berkas-berkas yang diperlukan sebagai bukti untuk mempermudah kejaksaan dalam melakukan penyelidikan. 

LBH juga mendorong Kejaksaan Negeri Kota Bandar Lampung untuk segera melakukan penyelidikan atas dugaan kredit fiktif ini, karena mereka menilai ada indikasi korupsi yang terjadi dalam kasus ini.

Mayoritas korban, yang terdiri dari ibu-ibu, mengakses program pemerintah seperti KUPRA dan UMI yang ditujukan untuk membantu usaha kecil. Oleh karena itu, adanya dugaan penyelewengan dana negara yang dilakukan oleh oknum bank penyalur dapat merugikan keuangan negara.

Sementara itu, Kasintel Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, M. Angga Mahatama, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima surat pengaduan secara tertulis dari kuasa hukum korban. 

Untuk tindak lanjutnya, tim dari Kasipidsus Kejari Bandar Lampung sedang melakukan telaah atau penelitian dan akan mengumpulkan bahan keterangan untuk memanggil kedua belah pihak.

Diketahui, sebanyak 132 warga Kelurahan Gunung Sari, Bandar Lampung, menjadi korban pencatutan identitas sebagai nasabah Bank BRI dalam program Kece (Kredit Rakyat) dan Kupra (Kupedes Rakyat). 

Mereka diduga ditipu oleh empat orang komplotan yang bertindak sebagai calo yang menjanjikan pencairan uang pinjaman di bank.

Para korban mengaku telah melalui proses pencairan uang dengan nilai yang beragam, mulai dari Rp5 juta hingga Rp100 juta. Namun, dana pinjaman tersebut tak kunjung mereka terima meskipun semua persyaratan peminjaman telah dipenuhi. Bahkan, para korban juga tidak memiliki buku rekening dan PIN ATM setelah proses pencairan dilakukan. 

Masyarakat kini membutuhkan literasi teknologi yang sejalan dengan perkembangan informasi. Demikian diungkapkan anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, Jumat (2/8).

Pernyataan ini keluar berkenaan dengan banyaknya masyarakat Gunungsari, Bandarlampung, yang menjadi korban penyalahgunaan data untuk pinjaman fiktif pada program kredit usaha rakyat (KUR) di bank pemerintah.

Kategori :