Lamban untuk yang Berpulang
-Ilustrasi PIXABAY.COM-
Ratih mematikan mobilnya. Sambil menggendong Azam yang tampak berceloteh memperhatikan objek baru yang ada di depannya, Ratih menatap rumah yang masih sama dalam ingatannya.
Perlahan, ia melangkah masuk ke teras rumah. Ditatapnya ruang yang menjadi saksi hidup Ratih sejak dilahirkan ke dunia. Kenangan memenuhi rumah itu tanpa celah sedikit pun.
Setiap sudut sangat berarti.
"Asalamualaikum, Ibu," suara Ratih membuat Darminah bergegas cepat menuju teras rumah. Tampak putrinya tengah menggendong Azam. Kehadiran cucunya meluruhkan hati Darminah.
Darminah langsung bergerak cepat, memeluk erat Ratih, lalu mengambil alih cucunya dari gendongan putrinya itu. Wajah Darminah tidak dapat disangkal, betapa bahagianya ia saat ini. Sambil membawa tas di genggaman, Ratih beriringan masuk ke dalam rumah masa kecilnya itu.
Rak kayu yang tampak lapuk terlihat jelas dari pintu yang terbuka. Terpampang jelas jejeran buku penghuni rak yang menyimpan kenangan Ratih. Diraihnya sebuah buku yang menguning. Buku pengantar tidur Ratih.
Ratih menyusuri jejeran buku yang berdebu. Karya abadi sang ayah tertulis indah di setiap lembarnya. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terdapat sertifikat penghargaan terbingkai rapi di dinding rumah.