Pengamat Soroti Potensi Beban Ekstra Akibat Penghapusan Aturan Presidential Threshold oleh MK
Karyono Wibowo, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) - IST--
JAKARTA, RADAR LAMPUNG– Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus aturan ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold (PT).
Karyono mengungkapkan bahwa keputusan tersebut berpotensi meningkatkan jumlah kandidat dalam Pilpres 2024, yang pada gilirannya dapat membebani anggaran pemilu.
“Dengan banyaknya calon presiden, tentu biaya pemilu akan semakin besar,” ujar Karyono dalam keterangannya melalui layanan pesan, Minggu (5/1).
Karyono menilai, banyaknya kandidat yang muncul bisa menyebabkan Pemilihan Presiden (Pilpres) diadakan dalam dua putaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 159 Ayat 1 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu. “Potensi pilpres dua putaran sangat besar jika persyaratan calon terpilih tidak diubah,” tambahnya.
BACA JUGA:PT 20 Persen Dihapus, 2029 Gibran Berpeluang Tantang Prabowo
Selain itu, Karyono juga mengingatkan bahwa penghapusan ketentuan PT akan menambah beban penyelenggara pemilu. Ia mengkhawatirkan hal ini bisa mengarah pada tragedi seperti yang terjadi pada Pemilu 2019, di mana banyak korban jatuh sakit atau meninggal dunia karena kelelahan akibat tingginya intensitas kegiatan pemilu.
“Jika tidak diantisipasi, hal ini bisa menjadi tragedi lagi, seperti yang terjadi pada Pemilu 2019,” ungkapnya.
Namun, Karyono juga menegaskan bahwa masalah utama dalam pemilu bukan hanya jumlah kandidat yang bertambah. Masalah mendasar adalah cara-cara inkonstitusional yang digunakan untuk meraih kemenangan, seperti budaya politik transaksional yang menghalalkan segala cara.
“Menambah calon presiden dalam setiap kontestasi tidak serta merta akan menghasilkan pemilu dan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas,” jelas Karyono.
BACA JUGA:MK Hapuskan Presidential Threshold 20 Persen, Berlaku untuk Pilpres 2029
Seperti diketahui, MK menghapus aturan tentang ambang batas partai dalam mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden dengan persentase 20%. Keputusan tersebut tercatat dalam sidang gugatan perkara bernomor 62/PUU-XXII/2024 yang diputuskan pada Kamis, 1 Februari 2025.
MK memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan dari pemohon, Enika Maya Oktavia, dan menganggap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta menyatakan norma tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo, Ketua MK, dalam amar putusan.
BACA JUGA:Gerindra: Presidential Club untuk Penghargaan Pemimpin Terdahulu