JAKARTA - Pengacara Febri Diansyah dihadirkan dalam sidang kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan), Senin (3/6). Eks juru bicara KPK itu dihadirkan sebagai saksi ahli lantaran sempat menjadi pengacara Syahrul Yasin Limpo (SYL) cs.
Febri mengakui menerima total Rp3,9 miliar dari SYL dan dua terdakwa lainnya sebagai upah pengacara. Mulanya, Febri enggan menjawab soal besaran upah yang diterimanya saat menjadi kuasa hukum di tahap penyelidikan ketika hakim anggota Fahzal Hendri bertanya di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Dia menggunakan cantolan Pasal 21 UU Advokat. ”Apakah tepat disampaikan di sini, Yang Mulia?” tanyanya.
Ditanya demikian, Fahzal menyatakan bahwa hakim boleh bertanya apa pun di persidangan sesuai dengan aturan di Pasal 165 ayat 1 KUHAP. ”Kalau penuntut umum tanya, boleh tidak menjawab. Penasihat hukum yang tanya boleh tak dijawab. Tapi, kalau hakim yang tanya, harus dijawab,” tegasnya.
Febri akhirnya mengakui, dirinya menerima upah Rp800 juta untuk tiga klien. Yaitu SYL, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta. Uang tersebut digunakan tim kuasa hukum yang berjumlah dua orang.
Sementara saat menjadi kuasa hukum di tahap penyidikan, Febri menerima duit total Rp3,1 miliar. Febri juga memastikan uang tersebut merupakan duit pribadi dari pihak klien, bukan dari Kementan.
Febri menegaskan asal duit itu setelah Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh mempertanyakan upah yang diterima berasal duit pribadi atau Kementan. ”Karena ini masalah pribadi, kami memastikan uang juga dari pribadi,” ujarnya.
Dalam persidangan, Febri dan tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK sempat saling adu argumen. Terutama ketika jaksa mempertanyakan legal opinion (LO) yang dibuat tim Febri. Draf LO analisis hukum berisi uraian mengenai kasus korupsi di Kementan itulah yang sempat dibahas di pemberitaan.
Dalam kasus ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Adapun pemerasan yang diduga diterima Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp44.546.079.044 atau Rp44,54 miliar.
Juga menerima gratifikasi sebesar Rp40.647.444.494 atau Rp40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Tindak pidana pemerasan ini dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, yang dilakukan sepanjang 2020-2023.
Dalam penerimaan pemungutan uang ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, SYL bersama-sama dengan Kasdi dan Muhammad Hatta didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40.647.444.494 atau Rp40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Dalam penerimaan gratifikasi ini, SYL didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (jpc)