JAKARTA- Rapor kinerja PT Aneka Tambang (Antam) Tbk pada kuartal I-2024 kurang impresif. Hasil penjualan dan laba bersih perseroan terjun bebas, mengalami penurunan penjualan hingga sebesar 25,63 persen menjadi Rp 8,62 triliun dari Rp 11,59 triliun.
Laba kotor juga mengalami anjlok. Dari Rp 2,84 triliun menjadi Rp 250 miliar. Laba sebelum pajak tergerus menjadi Rp 85 miliar dari Rp 2,11 triliun. Emiten dengan kode ANTM itu juga rugi usaha sebesar Rp 491 miliar.
Laba periode berjalan ANTM di periode itu juga terpangkas. Kemudian di periode yang sama pada tahun lalu, laba berjalannya sebesar Rp 1,66 triliun. Saat ini menjadi Rp 210 miliar. Kondisi tersebut diakibatkan biaya operasional yang bengkak.
BACA JUGA:Jawab Pendemo, Bank BTN Klaim Jamin Dana Nasabah
Perseroan mengeluarkan uang dari kas untuk membiayai aktivitas operasional mencapai Rp 1,45 triliun. Padahal, pada periode yang sama di tahun lalu, perseroan bisa mengantongi kas bersih Rp 405 miliar dari aktivitas operasi.
Kerugian aktivitas operasi tersebut dikontribusi dari pembayaran kepada pemasok yang membengkak menjadi Rp 9,21 triliun dari Rp 8,43 triliun. Ditambah, penerimaan ANTM dari pelanggan turun menjadi Rp 8,94 triliun dari Rp 10,31 triliun.
ANTM juga tekor dalam membiayai aktivitas pendanaan pada kuartal I-2024. Kerugiannya mencapai Rp 1,1 triliun atau meningkat 335 persen dibanding kerugian pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 254 miliar.
BACA JUGA:Airlangga Hartarto Sebut Transisi Jokowi Tak Ganggu Ekonomi Indonesia
Di sisi lain, perseroan mengantongi keuntungan dari aktivitas investasi senilai Rp 5 triliun. Perolehan tersebut melonjak 1.255 persen dari kas bersih yang diraih perseroan dari aktivitas investasi pada tahun sebelumnya sebesar Rp 370 miliar.
Sederet catatan minor pada kuartal I tahun ini berujung pada longsornya laba bersih ANTM hingga 85 persen menjadi Rp 238 miliar dari Rp 1,66 triliun.
Sekretaris Perusahaan Antam (ANTM) Syarif Faisal Alkadrie mengungkapkan, pada kuartal I-2024, perseroan masih dihadapkan pada kondisi geopolitik-ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Serta fluktuasi harga komoditas.
“Hal itu memacu aktivitas perdagangan spekulatif di pasar nikel global yang berdampak pada volatilitas penurunan harga nikel. Kondisi oversupply produk nikel kelas 2 (feronikel dan NPI) menyebabkan harga jual produk nikel kelas 2 turun,” tulis Faisal dalam keterangan resminya, yang dikutip pada Kamis 2 Mei 2024.
BACA JUGA:World Bank Nilai Kondisi Ekonomi Indonesia Masih Cukup Bagus
Karena itu, ungkap Faisal, perseroan akan terus melaksanakan operation excellence berlandaskan good mining practice. Sehingga diharapkan dapat berkontribusi optimal. Termasuk, melakukan inovasi dan efisiensi guna meningkatkan nilai tambah.
Dari sisi produksi, ANTM melaporkan produksi bijih nikel (unaudited) sebanyak 1,44 juta wet metrik ton (wmt) pada kuartal I-2024. Itu akan diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar domestik sebesar 1 juta wmt.
ANTM juga membukukan total volume produksi (unaudited) emas dari tambang perusahaan sebesar 166 kg (5.337 troy oz).
Volume penjualan logam emas pada periode itu mencapai 7.112 kg (228.656 tro oz) atau mencapai 98 persen dari penjualan pada kuartal I-2023 yang sebesar 7,223 Tni.
BACA JUGA:BPH Migas Beber Aturan Pembelian Pertalite Terbaru
Perseroan ini juga mencatatkan volume produksi (unaudited) feronikel pada kuartal I-2024 sebanyak 4.789 ton nikel dalam feronikel (Tni).
Atau mencerminkan 88 persen dari capaian produksi pada periode sama tahun lalu sebesar 5.437 Tni. Adapun pada bauksit, perseroan mencatatkan volume produksi (unaudited) sebesar 153 ribu wmt. Bauksit tersebut digunakan dalam produksi pabrik chemical grade alumina (CGA) Tayan dan penjualan kepada pihak ketiga.(disway)