Budi menjelaskan, fenomena ini muncul karena tidak semua biro perjalanan haji memiliki izin atau sertifikat penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).
’’Ada biro perjalanan haji yang mendapatkan kuota haji khusus dari biro lain karena belum punya izin PIHK. Itu juga yang terjadi di lapangan,” ujar Budi.
Selain menjual kuota ke jamaah, sejumlah agen travel juga memperdagangkannya ke sesama biro untuk meraup keuntungan. Bahkan, KPK menemukan adanya calon jemaah baru yang bisa langsung berangkat tanpa antrean panjang melalui skema ini.
’’Kami dalami juga mengapa ada calon jemaah baru yang bisa langsung berangkat haji tanpa menunggu antrean atau T0 (tahun nol),” tegas Budi.
Hingga kini, KPK masih melakukan penyidikan dengan memanggil saksi, menggeledah sejumlah lokasi, serta menyita barang bukti. Kasus ini menyeret 400 agen travel haji dan umrah serta 13 asosiasi.
KPK telah memeriksa pejabat Kementerian Agama (Kemenag), termasuk Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Hilman Latief serta eks Menag Yaqut Cholil Qoumas. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga turut dimintai keterangan.
Dari penggeledahan, KPK menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik, uang tunai Rp26,3 miliar, empat mobil, lima bidang tanah, serta dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar.
Skandal ini berawal dari pembagian kuota tambahan haji 2024 sebanyak 20.000 calon haji. Sesuai aturan, 92% seharusnya untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, kuota justru dibagi rata 50:50, kemudian dilegalkan lewat SK Menag Yaqut Nomor 130 Tahun 2024.